Nusantara itu luas namun kadang sempit oleh hati yang sempit.
Karena tidak mengenal lautmu yang menjaga nusantaramu. Bahari yang luas beratus
nama laut dan selat, teluk dan semenanjung. Tetapi juga tak sebatas mengenal
peta, ternyata laut juga sahabat kita. Nelayan nusantara yang gagah perkasa.
Penulis suguhkan bagian dalamnya laut, ditengah lautan, dan diantara sahabat
nelayan.
Pengantar Antologi
Sorotan terhadap
nilai-nilai budaya kepesisiran ini tentu saja memiliki kontribusi yang sangat
strategis untuk membangun masa depan bangsa yang berbasis pada potensi sumber
daya bahari.
Masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang
spesifik dan terbangun melalui proses evalusi yang panjang.
Khekhasankebudayaan di atas, seperti sistem gender, relasi
patron-klien, pola-pola perilaku dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan,
serta kepemimpinan sosial tumbuh karena pengaruh kondisi- kondisi dan
karakteristik-karakteristik yang terdapat di lingkungannya. Sebagai bagian dari
suatu masyarakat yang luas, yang sedang bergerak mengikuti arus dinamika
sosial, masyarakat nelayan dan kebudayaan pesisir juga akan terkena dampaknya.
Kemampuan beradaptasi dan keberhasilan menyikapi tantangan perubahan sosial
sangat menentukan kelangsungan hidup dan integrasi sosial masyarakat nelayan.
Berjajar
di kelasnya
teman baik
arti saat
kawan
hari libur
dan berebut ikan
arti saat
kawan
hari libur
dan berebut ikan
pulang
bersama-sama
perahu kecil sejenis
Indramayu, Juni 2015
Sebuah kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung
pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya
ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan
sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan
satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di
lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan
satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.
Bagi masyarakat
nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang
berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial,
serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai
peristiwa yang terjadi di lingkungannya
(Keesing, 1989:68-69). Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup,
tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi
sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari
konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di
kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermata- pencaharian sebagai nelayan .
Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan,
kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan
masyarakat pesisir secara keseluruhan.
Jangan
melaut hari ini
alam
tak bersahabat
tapi cuaca baik
kalian tak mengerti saat
ikan marah
air memerah
angin malu
awan tersipu
pura-pura dungu
jangan melaut hari ini
biduk capai menahan dingin
jaring robek sendiri
air tak lagi asin
ombak diam
tapi cuaca baik
kalian tak mengerti saat
ikan marah
air memerah
angin malu
awan tersipu
pura-pura dungu
jangan melaut hari ini
biduk capai menahan dingin
jaring robek sendiri
air tak lagi asin
ombak diam
Indramayu, Juni 2015
Elaya di setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat
fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang
dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah
jadi
jadi
medung
tebal
jangan melaut hari ini
jangan melaut hari ini
membantu kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri
individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk
bertindak bagi warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari
tujuan-tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang
disepakati secara sosial (Kluckhon, 1984:85, 91).
Perspektif antropologis untuk memahami eksistensi suatu
masyarakat bertitik tolak dan berorientasi pada hasil hubungan dialektika
antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Karena itu, dalam beragam
lingkungan yang melingkupi kehidupan manusia,
satuan sosial yang terbentuk melalui proses demikian akan menmpilkan
karakteristik budaya yang berbeda-beda.Sebuah
identitas kebudayaan masyarakat nelayan, seperti sistem gender, relasi
patron-klien, pola-pola eksploitasi sumber daya perikanan, dan kepemimpinan
sosial.
Baik nelayan, petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber
daya pesisir dan kelautan.Konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya
dipengaruhi secara signifikan oleh eksistensi kelompok-kelompok sosial yang
kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan
dan pesisir. Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang
menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan
memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya,
seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi,
kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di
daerah perkotaan.
Arad
dan Kursin sama saja
Aku perahu arad yang kecil bermesin kecil
Aku perahu kursin sepuluh badanmu bermesin ganda
bagi puluhan awak kapal di kursin
dan bagi beberapa awak di arad
Jika kau tiga bulan pulang
aku pagi pergi petang kembali
rejezi dibagi-bagi
kau kembali dengan sepikulan ikan
aku hanya menukar seekor ikan dengan sepiring nasi.
arad dan kursin sama saja
Aku perahu kursin sepuluh badanmu bermesin ganda
bagi puluhan awak kapal di kursin
dan bagi beberapa awak di arad
Jika kau tiga bulan pulang
aku pagi pergi petang kembali
rejezi dibagi-bagi
kau kembali dengan sepikulan ikan
aku hanya menukar seekor ikan dengan sepiring nasi.
arad dan kursin sama saja
Rg
Bagus Warsono,10-5-2015
Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan
atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi
pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan
memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing,
1989:68-69). Perspektif antropologis untuk memahami eksistensi suatu masyarakat
bertitik tolak dan berorientasi pada hasil hubungan dialektika antara manusia,
lingkungan, dan kebudayaannya. Karena itu, dalam beragam lingkungan yang
melingkupi kehidupan manusia, satuan sosial yang terbentuk melalui proses
demikian akan menampilkan karakteristik budaya yang berbeda-beda. Dengan
demikian, sebagai upaya memahami masyarakat nelayanberikut ini akan
dideskripsikan beberapa aspek antropologis yang dipandang penting sebagai
pembangun identitas kebudayaan masyarakat nelayan, seperti sistem gender,
relasi patron-klien, pola-pola eksploitasi sumber daya perikanan, dan
kepemimpinan sosial.
Kampung
muara di bibir pantai
air
anta tempat kakap bersarang
pemancing datang tiap malam
ikan tak pernah habis
udang bertelur menetas tiap malam
Kampung muara sungai
berciri nyiur menjulang
dan pohonan rimbun
ijinkan melewati muaramu tenang
agar ikan sesuai harapan
Kampung muara sungai
saksi perahu kami , along atau hanya dapat lawuhan
pemancing datang tiap malam
ikan tak pernah habis
udang bertelur menetas tiap malam
Kampung muara sungai
berciri nyiur menjulang
dan pohonan rimbun
ijinkan melewati muaramu tenang
agar ikan sesuai harapan
Kampung muara sungai
saksi perahu kami , along atau hanya dapat lawuhan
Indramayu,
Juni 2015
Perilaku eksploitatif yang tak terkendali berimplikasi luas
terhadap kelangkaan sumberdaya perikanan kemiskinan nelayan. Di samping itu,
kompetisi antarnelayan dalam sumber daya perikanan terus meningkat, sehingga berpotensi
menimbulkan konflik secara eksplosif di berbagai wilayah perairan, khususnya di
kawasan yang menghadapi kondisi overfishing (tangkap lebih). Kelangkaan atau
semakin berkurangnya sumber daya perikanan, khususnya di perairan pantai, dan
kondisi overfishing, yang disebabkan oleh beberapa hal penting, yaitu:
eksploitasi berlebihan dan kerusakan ekosistem pesisir-laut.Kegiatan
eksploitasi sumber daya perikanan tidak disertai dengan kesadaran dan visi
kelestarian atau keberlanjutan dalam mengelola lingkungan pesisir-laut, sehingga
terjadi ketimpangan.
Kegagalan pembangunan pedesaan di wilayah kabupaten/kota
pesisir, sehingga meningkatkan tekanan penduduk terhadap sumber daya laut dan
kompetisi semakin meningkat.Salah satu ciri perilaku sosial dari masyarakat
pesisir yang terkait dengan sikap temperamental dan harga diri tersebut dapat
disimak dalam pernyataan antropolog Belanda di bawah ini (Boelaars, 1984:62)
Orang pesisir memiliki rasa harga diri yang amat tinggi dan
sangat peka. Perasaan itu bersumber pada kesadaran mereka bahwa pola hidup
pesisir memang pantas mendapat penghargaan yang tinggi”.
Sebagian nilai-nilai perilaku sosial di atas merupakan modal
sosial yang sangat berharga jika didayagunakan untuk membangun masyarakat
nelayan atau masyarakat pesisir . Di Indonesia masih
banyak nelayan yang menggunakan peralatan yang sederhana dalam menangkap ikan.
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup,
tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai.
Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir,
masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun
disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang
bermatapencaharian sebagai nelayan. Walaupun demikian, di desa-desa pesisir
yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak,
atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap
terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan
(Ginkel, 2007).Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja
menangkap ikan atau hewan laut lainnya yang hidup di dasar,maupun permukaan
perairan.Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan
perairan payau maupun laut.
Nurochman Sudibyo YS, sastrawan tinggal di Tegal