Minggu, 04 September 2016

Lumbung Puisi Jilid IV



Hadi sastra

Elegi Seekor Burung
: secuil potret kehidupan

Sebentar lagi ia terbang
buka lembar hayati
untuk cericit yang merintih
di sarang di ujung dahan

Sementara, subuh makin menggigit
berselimut dingin halimun
menutup rapat senyum mentari
menahan kepak sayap

Reranting dan sarang basah
hujan bertandang semalam
mempertajam gigil
memilu rintihan

Tekad kepakan sayap
tembus gumulan awan
jemput sejumput asa
demi cericit dan kehidupan


                                                            Tangsel, 12 Mei 2016

Hadi sastra

Membaca Binatang
: analogi realitas dan makna

Aku tak ingin menjadi macan jika jiwaku gersang
tanpa rerimbun hutan yang mengayomi
tanpa kawanan binatang yang mengelilingi
tanpa titah yang ditaati. Tak bernyawa
hanya auman kosong, cakaran kuku-kuku cuma membekas
Sungguh tak ingin. Jika tahta menjadi belenggu
mengekang kekuatan sahaja 

Aku tak ingin menjadi gajah jika raga yang diterka
dengan kekokohan otot belalai
sanggup mencabut pohon hingga ke ujung akar
atau meratakan benteng beton
namun tunduk oleh angkusa dan serati
Sungguh tak ingin. Jika kebesaran tak berharga  
tanpa kedalaman ilmu dan logika 

Aku tak ingin menjadi burung jika terbangku kopong
tanpa keyakinan arah dan tujuan
tanpa ketangkasan melawan angin
sebentar di dahan, mengumbar siul dan kicauan 
lalu mengawang lagi. Lepas 
Sungguh tak ingin. Jika kebebasan menjadi petaka
menyekat ketajaman paradigma 

Pun tak ingin menjadi semut, lebah, kelelawar
dan binatang-binatang lain yang berkelompok
jika hanya sebatas beramai-ramai
namun tak paham realitas dan makna
terbius oleh kuantitas. Tanpa kualitas
Sungguh tak ingin. Jika kebersamaan menjadi hampa
mengaburkan kedahsyatan koloni
                                                            Tangsel, Juni 2016
Harmany

Nantinya

nantinya,
anak-anak sapi berlari di atas kerbau
dalam merdu bunyi pipit
dan berita burung hud
akan membangkitkan semua gairah
mimpi kita begitu mati, nantinya

burung-burung hantu gentayangan
pada malam begitu menakutkan
bulan dibawa ke tengah padi
bersama sinarnya; menerawang
serakan tanah lapang, di malam panjang
orang-orang memukul-mukul kepala;
juga di rumah mereka
anak-anak kecil luka merintih
oleh mimpi-mimpi panah yang tajam
di lembah angin lembut muara, nantinya

kucing hitam berlari
lari seperti kasuari
bergerak dalam hutan, rawa-rawa,

semua di jalur yang sama
roda jaman melindas mereka
setan di beri tuhan
tuhan dikambing-hitamkan
sebagai pusat pencerahan, katanya

cahaya di langit merah tembaga
hai! betapa melukainya hasrat dan impian
saling jerat tangis, saling dendam manis, nantinya

ibu buta menangis dingin
mengurung diri bersama patung jerami
tukang batu, mendulang
dibakarnya bintang siang dan malam
tak ada hati, hati-hati!
tak ada impian, mengimpikan
tak tidur juga tak bangun
dalam belaian angin lembut musim coro
tak peduli panas-terik dan hujan 
di goa gelap kemiskinan
peduli kehidupan atau pun kematian

Madura, 2011

Harmany

Sajak Dandang

jalanku jalan besi 
kutilangtilangkutilangmu 
burung terbang burung kesana 
dandang putih dandang terbang 
kau mati kukubur 
kuburmu api nyunyur 
lir sa alir alir lir lir. 
kaki ku kaki emas 
jejak ku jejak lajang 
balikna balikno siapa tekad 
aku lontar!

o suara gaok, o bunyi seok 
ku usung ke bumbung 
cahaya telah sirna 
kaulah perawan tua 
kemarilah bawa kain putih 
lemparlah jambang kembang
o kutilangkutilangkutilangkutil-angkat berangkat 
layanglayang melayang jauh di rimba 
takkan burung ku tilang ajalmu 
kubur tangis ku 
tangis kubur ku siapa suruh titah ini 
dialah berkurung sunyi
Madura, 2011


Hasan Maulana A. G

Hewan Liar Berkeliaran

Hutan merupakan rumah bagi hewan liar
Hutan merupakan kawasan yang dilindungi
Manusia berkewajiban untuk menjaga dan melindungi hutan beserta isinya

Namun, semenjak penebangan liar dan kebakaran hutan melanda
Hewan-hewan liar itu berkeliaran mencari rumah baru
Acap kali mereka memangsa apapun yang ada didepan mata
Untuk bisa bertahan hidup

Sekarang, hewan-hewan liar itu sudah punya tempat tinggal baru
Tikus-tikus pengerat sekarang tinggal di gedung-gedung mewah
Buaya sekarang tinggal di hotel mewah
Ular berbisa bersembunyi dibalik apartemen
Mereka selalu berkeliaran dimana-mana

Awas hati-hati! Sering kali sifat liar mereka
Bisa melukai diri sendiri maupun orang lain
Dan rumah baru sudah menanti; dibalik jeruji besi.

Malaysia, 14-08-2016.

Hasan Maulana A. G

Apakah Hutanku Masih Seperti yang Dulu?

Dalam limpahan alam kaya penyejahtera
Hijaunya daratan suburkan bumi bertabur harapan
Pada gemburnya tanah subur pendulung makmur

Apakah hutanku masih seperti yang dulu?
Yang ijo royo-royo, gemah ripah loh jinawi
Adem tentrem damai yang pernah tersemai

Tanah, tempat kita mengeja kelahiran sendiri
kini kian kusam seakan tak berarti
Pencemaran lingkungan, penebangan liar dan kebakaran hutan
Yang kerap kali melanda paru-paru dunia.

Malaysia, 15-08-2016.






















Sabtu, 03 September 2016

Lumbung Puisi Jilid IV






Heru Mugiarso

Fabel Anak Ular dan Katak

“ Katakan padaku, Kek tentang kaum intoleran negeri ini?”
Kakek Resi itu sejenak terdiam
Dielus surai  jenggotnya yang memutih
Lalu suaranya yang berat terdengar :
 “ Pernahkah kamu mendengar fabel si anak ular dan katak?”
 “Belum Kek”
Syahdan,  begitu Resi itu mulai berkisah
Dahulu anak ular dan katak itu bersahabat. Sangat akrab
Suatu sore seusai bermain keduanya pulang ke induknya masing-masing
Induk si anak ular menegur : kenapa baru pulang?
Dengan lugunya ia menjawab : aku baru saja selesai bermain dengan teman baruku yang lucu
Jalannya tak seperti kita. Dia berjalan dengan meloncat-loncat.
Si induk marah mendengar penuturan anak katak
Katanya : Bodoh kamu! Dia itu katak musuh  dan makanan lezat kita

Sebaliknya pula, karena terlalu sore si anak katak pun dimarahi induknya
Dengan polos dia berkilah: aku baru saja bermain dengan teman akrabku
Induk katak bertanya : siapakah temanmu itu?
Dia bukan bangsa kita, emak. Tubuhnya panjang kalau berjalan melata.
Mendengar itu Induk katak marah besar :
 “ Goblok kamu. Itu  musuh bangsa kita. Salah-salah kamu dijadikan makanannya.

Kakek resi sejenak terdiam lalu bertanya:
 “Kira-kira apa yang terjadi bila keesokan harinya mereka berdua berjumpa?”
Tentu mereka masing-masing akan pasang kuda-kuda
Dengan sorot mata saling membenci
Lupa sama sekali tentang persahabatan yang terjalin
Selama ini.
Semarang, 2016

Heru Mugiarso

Tetesan Air Burung Colibri
: laskar PMK

Pernahkah engkau belajar dari hikayat burung colibri
Tubuhnya mungil tak seperkasa gagak apalagi rajawali
Tetapi ketulusannya melebihi kekuatan  semua penghuni  rimba
Tak terkecuali  si Raja hutan  yang perkasa ?

Alkisah , suatu hari hutan tempat tinggal mereka terbakar
Oleh tangan para durjana yang serakah
Lidah api panas membakar seakan menggapai langit
Menghanguskan semua pohon dan belukar

Semua penghuni rimba berlarian ketakutan
Gajah yang biasanya gagah  kini ciut nyalinya
Harimau yang  garang lari terbirit-birit
Mengambil  langkah seribu menjauhi  rimba

Hanya seekor burung Colibri yang tertinggal
dengan kepak sayapnya yang  kecil kesana kemari mencari mata air
Dipatuknya  sumber air dan diteteskan butiran air tak seberapa itu
Ke belukar yang terbakar merah saga

Selalu berulang-ulang hal itu dilakukannya
Membuat Gajah terheran dan tak bisa menyimpan tanya
: “Wahai Colibri, apa mungkin dengan caramu itu
Kebakaran hutan ini bisa engkau padamkan ?”

Apa jawab burung Colibri atas pertanyaan itu
Gajah pun terhenyak  dan tersindir dibuatnya
Dengan tutur kata tenang  namun sungguh bermakna dalam
 “ wahai sang Perkasa , tugas dan kewajibanku sudah aku jalankan .”
Semarang, 2016


Jen Kelana

Kutitipkan Asa Maleo

Rimba Celebes menyemai matayangan
ketapang juga tetumbuhan agathis
bersekutu bibir pantai menyisakan kering
kemudian menjadilah persinggahan

Demikianlah, Linaeus memarka binomial nomenclatur
pada tata nama macrocephalon maleo
menggariskan moyang kingdom animalia
lantas menancapkan jejak
seberang Wallacea dan Weber

Pada pasir yang menyelimuti pesisir pantai
sejoli sejalan itu menggali-gali istana marwah
bagi peletak penerus silsilah leluhurnya
seperti juga kita, yang ingin selalu setia
begitulah maleo menitipkan pesan
melepasliar langsam kerinduan

Kemudian kepak sayap-sayap melemah
tak ada lagi nyanyi di halaman rumah
padahal selalu kurindukan riang anak-anak kecil
bersama senandung dolanan bercengkerama
mungkinkah tersisa cerita untuk selanjutnya
tersebab maleo telah pula berkemas
meninggalkan selaksa kenang

Maka sudahi saja pesta
lantaran tarian-tarian kita menghapus
penanda-penanda maleo dari leluhurnya  
dan perburuan itu juga menggaritkan luka
pada lembaran-lembaran cerita anak kita

lalu kutitipkan asa maleo atas bentang sayap-sayap lelah
sepanjang kesat masa tua menulisi
hingga kembali menjadi kisah yang sama
2016


Jen Kelana

Kuau  Perenggan Tanah Peladang

Lama tak kulihat riang reranting
dan daun-daun luruh beraroma lembab
sebab dedahan tak lagi mampu mengundang kicaunya
menjadi sesinggahan meski sekejap

Dangau panggung beratap ilalang
hamparan padi gogo rancah musim penghujan
di titik pandang rimba menggeliat
memutar ulang kilasan ruang kekanak
entah pada pusaran ke berapa

Pada bibir-bibir hutan perenggan tanah peladang
sayap-sayap mengepak hinggap
lalu nyaring lengking mendera senja
kuau sendu mematah bulan madu
Masih adakah tempatmu di pertiwi ini?
Sementara hutan tak lagi nyaman
menjadi peraduan sepanjang mimpi
2016


 
Kurniawan Yunianto

Anak Cicak

makhluk yang terlihat rapuh itu kembali
datang, lalu memandangku sekian lama
sepasang matanya yang kecil berbinar

aku ingin kenyang semut, seperti kemarin
ayo jatuhkan lagi remah roti itu di sini
setidaknya begitulah aku menafsirkan
pandang mata penuh harap dari sawiyah
seekor makhluk mungil ruangan ini --
anak cicak yang berani cari makan sendiri

"sebentar, aku sedang menuliskannya"
kataku kepadanya, tapi aku terburu-buru
dua kata terakhir hurufnya jadi tak rapi

29.07.2014 - KY