Kamis, 23 Oktober 2014

Transisi Kurikulum (Perbedaan Kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013)


Materi : Transisi kurikulum

Sumber : Kemendikbud
Perbedaan Kurikulum KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
Pemberlakuan kurikulum 2013 sudah barang tentu sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.UU Nomor  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada  Pasal 1 Butir (1),dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaranagar siswa secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Deskripsi pada Pasal  1 Butir (1) secara eksplisit sudah nampak dalam kurikulum 2013, yakni pada Kompetensi Inti  Satu (KI 1) yang berkaitan dengan sikap spiritual, Kompetensi Inti  Dua (KI 2) berkaiatan sengan sikap sosial, Kompetensi Inti  Tiga (KI 3) tentang pengetahuan, dan Kompetensi Inti  Empat (KI 4) berdimensi keterampilan.

Kurikulum yang berakar pada budaya lokal dan bangsa memiliki arti bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting. Kurikulum juga harus  memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional, sehingga dapat menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,  dikembangkan, dan dijaga kelestariannya.

Beberapa perbedaan esensial antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perbedaan Esensial KTSP dengan Kurikulum 2013
KTSP 2006
Kurikulum 2013
Keterangan
Tematik untuk kelas I – III (belum integrasi)
Tematik ntegratif untuk kelas I – IV
SD
TIK mata pelajaran mata pelajaran sendiri
TIK merupakan sarana pembelajaran, dipergunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain
SMP
Bahasa  Indonesia sebagai pengetahuan
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge
SMP/SMA/SMK
Untuk SMA, ada penjurusan sejak kelas XI
Tidak ada penjurusan di SMA. Ada mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat
SMA/SMK
SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi
SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang sama terkait dasar–dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap
SMA/SMK
Penjurusan di SMK sangat detil (sampai kehlian)
Penjurusan di SMK tidak terlalu detil (sampai bidang studi), didalamnya terdapat pengelompokkan peminatan dan pendalaman
SMA/SMK

Perbedaan yang menonjol dalam kurikulum 2013 khususnya pada jenjang sekolah dasar adalah pendekatan tematik integratif.Pada KTSP 2006 pembelajaran tematik hanya diterapkan pada kelas I sampai dengan kelas III, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI masih menggunakan pendekatan mata pelajaran. Kurikulum 2013 pada dasarnya upaya penyederhanaan dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Hal ini karena kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan.

Kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan yang penuh tantangan dan memerlukan penyelesaian masalah secara integratif yang tidak terkotak-kotak dalam disiplin ilmu tertentu. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik, mampu lebih baik dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, bahkan sampai dengan mencipta sesuai dengan perkembangan kognitif dan psikologisnya.

Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, baik yang ada di lingkungan sekitarnya maupun di tingkat nasional. Melalui pendekatan itu diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap religius dan sosial, pengetahuan, serta keterampilan jauh lebih baik. Peserta didik akan lebih kreatif, inovatif, dan produktif, sehingga ke depan mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya. Dalam pendekatan tematik integratif ini dapat dilakukan dan dikembangkan baik daerah perkotaan maupun pedesaan, karena memberikan peluang yang besar untuk memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan jenjang Sekolah Dasar, yakni:
Dimensi sikap: memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Dimensi pengetahuaan: memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Dimensi keterampilan: memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya (Permendikbud No. 54 tahun 2013).

Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan, pengetahuan dalam pembelajaran, dengan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan.Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial tetapi holistik (menyeluruh).Dengan demikian pembelajaran memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. 
           
Pendekatan tematik integratif akan memberikan makna yang substansial terhadap mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi Dasar dari Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Dalam pembelajaran tematik integratif, materi ajar tidak disampaikan berdasarkan mata pelajaran tertentu, melainkan dalam bentuk tema-tema yang mengintegrasikan seluruh mata pelajaran. Dalam praktiknya,  pembelajaran tematik integratif ini sudah diterapkan di banyak sekolah dan menunjukkan hasil yang baik.
           
Perbedaan untuk Semua Mata Pelajaran antara Kurikulum KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013    
Selain perbedaan esensial antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013, ada perbedaan yang berlaku untuk semua mata pelajaran, seperti terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Perubahan untuk Semua Mata Pelajaran
No
Kurikulum KTSP 2006
Kurikulum 2013
1
Materi disusun untuk memberikan pengetahuan kepada siswa
Materi disusun seimbang mencakup kompotensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
2
Pendekatan pembelajaran adalah siswa diberitahu tentang materi yang harus dihafal (siswa diberi tahu)
Pendekatan pembelajaran berdasarkan pengamatan,  pertanyaan, pengumpulan data, penalaran dan penyajian hasilnya melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar (siswa mencari tahu)
3
Penilaian pada pengetahuan melalui ulangan dan ujian
Penilaian otentik pada aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan fortopolio

Dalam kurikulum 2013 perubahan yang berlaku untuk seluruh mata pelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik.Langkah-langkahnya meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, bahkan sampai dengan mencipta melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar.Untuk memperkuat pendekatan saintifik diperlukan adanya penalaran dan sikap kritis siswa dalam rangka pencarian (penemuan).Agar dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik (Atsnan dan Ghazali, 2013).Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemuadian memformulasi dan menguji hipotesis.

Sebenarnya apa yang dibicarakan dengan metode ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan kita akan mempunyai sifat kecintaan pada kebenaran yang objektif, tidak gampang percaya pada hal-hal yang tidak rasional, ingin tahu, tidak mudah membuat prasangka, selalu optimis (Kemendikbud, 2013: 141). Selanjutnya secara sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis (Kemendikbud, 2013: 142). Perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output).

Penilaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh (Permen No.65 Tahun 2013).Hal lain yang sangat penting dalam kaitannya dengan seluruh mata pelajaran yakni tentang penilaian. Penilaian dalam Kurikulum 2013 memiliki karakteristik sebagai berikut.
Belajar Tuntas
Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat mencapai kompetensi yang ditentukan, asalkan mendapat bantuan yang tepat dan diberi waktu sesuai dengan yang dibutuhkan. Peserta didik yang belajar lambat perlu diberi waktu lebih lama untuk materi yang sama, dibandingkan peserta didik pada umumnya. Untuk kompetensi pada kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan atau kompetensi berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
Otentik
Memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan dua hal yang saling berkaitan.Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
Berikut contoh-contoh tugas otentik:
Pemecahan masalah matematika
Melaksanakan percobaan
Bercerita
Menulis laporan
Berpidato
Membaca puisi
Membuat peta perjalanan
Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungan dimaksudkan sebagai penilaian yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian roses,dan berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester).
Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio,unjuk kerja, projek, pengamatan, dan penilaian diri.
Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing.Penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya Ketuntasan Belajar Minimal (KKM), yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai, daya dukung (sarana dan guru), dan karakteristik peserta didik. KKM diperlukan agar guru mengetahui kompetensi yang sudah dan belum dikuasai secara tuntas. Guru mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta didik, sehingga pencapaian kompetensi yang kurang optimal dapat segera diperbaiki. Bila kesulitan dapat terdeteksi sedini mungkin, peserta didik tidak sempat merasa frustasi, kehilangan motivasi, dan sebaliknya peserta didik merasa mendapat perhatian yang optimal dan bantuan yang berharga dalam proses pembelajarannya. Namun ketuntasan belajar minimal tidak perlu dicantumkan dalam buku rapor, hanya menjadi catatan guru.
           
Penilaian dilakukan secara holistik meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk setiap jenjang pendidikan, baik selama pembelajaranberlangsung (penilaian proses) maupun setelah pembelajaran usai dilaksanakan(penilaian hasil belajar).Pada jenjang sekolah dasar, proporsi pembinaan karakter lebih diutamakan dari pada proporsi pembinaan akademik.Penilaian di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai teknik untuk semua kompetensi dasar yang dikategorikan dalam tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan, danketerampilan.
1. Sikap
a. Contoh muatan KI-1 (sikap spiritual) antara lain:
Ketaatan beribadah
Berperilaku syukur
Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
Toleransi dalam beribadah
b. Contoh muatan KI-2 (sikap sosial) antara lain:
Jujur
Disiplin
Tanggung jawab
Santun
Peduli
Percaya diri
Bisa ditambahkan lagi sikap-sikap yang lain sesuai kompetensi dalampembelajaran, misal : kerja sama, ketelitian, ketekunan, dan lain-lain.
2. Pengetahuan
Aspek Pengetahuan dapat dinilai dengan cara berikut:
a.Tes tulis
Tes tulis adalah tes yang soal dan jawabannya tertulis berupa pilihan ganda,isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
b. Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan- pertanyaan yang diberikan guru secara ucap(oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara ucapjuga, sehingga menimbulkan keberanian. Jawaban dapat berupa kata, frase,kalimat maupun faragraf yang diucapkan.
c. Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh pendidik yang dapatberupa pekerjaan rumah baik secara individu ataupun kelompok sesuaidengan karakteristik tugasnya.
3. Keterampilan
Aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara berikut.
a. Kinerja atau Performance
Kinerja atau Performance adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.Misalnya tugas memainkan alat musik,menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari.
b. Projek
Penilaian Projek merupakan penilaian terhadap tugas yang mengandunginvestigasi dan harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.Projek tersebut dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan. Projek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa untuk mengomunikasikan informasi. Penilaian projek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan ketrampilan berpikir tinggi (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif) peserta didik. Misalnya, membuat laporan pemanfaatan energi  dalam kehidupan, membuat laporan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman.
c. Portofolio
Penilaian dengan memanfaatkan Portofolio merupakan penilaian melaluisekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis danterorganisasi yang dilakukan selama kurun waktu tertentu.Portofoliodigunakan oleh guru dan peserta didik untuk memantau secara terusmenerus perkembangan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalambidang tertentu.Dengan demikian penilaian portofolio memberikangambaran secara menyeluruh tentang proses & pencapaian hasil belajarpeserta didik.
Portofolio merupakan bagian terpadu dari pembelajaran sehingga guru mengetahui sedini mungkin kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam menguasai kompetensi pada suatu tema.Misalnya, kompetensi pada tema “selalu berhemat energi”.Contoh, kompetensi membuat laporan hasil percobaan. Kemampuan membuat laporan hasil percobaan tentu tidakseketika dikuasai peserta didik, tetapi membutuhkan proses panjang, dimulaidari penulisan draf, perbaikan draf, sampai laporan akhir yang siapdisajikan. Selama proses ini diperlukan bimbingan guru melalui catatan-catatan tentang karya peserta didik sebagai masukan perbaikan lebih lanjut.
Kumpulan karya anak sejak draf sampai laporan akhir berserta catatan-catatan sebagai masukan guru inilah, yang menjadi potofolio. Di samping memuat karya-karya anak beserta catatan guru, terkait kompetensi membuat laporan hasil percobaan tersebut di atas, portofolio juga bisa memuat catatan hasil penilaian diri dan teman sejawat tentang kompetensi yang sama serta sikap dan perilaku sehari hari peserta didik yang bersangkutan. Agar penilaian portofolio berjalan efektif guru beserta peserta didik perlumenentuan hal-hal yang harus dilakukan dalam menggunakan portofolio sebagai berikut.
masing-masing peserta didik memiliki porto folio sendiri yang didalamnya memuat hasil belajar siswa setiap muatan pelajaran atausetiap kompetensi.
menentukan hasil kerja apa yang perlu dikumpulan/disimpan.
sewaktu-waktu peserta didik diharuskan membaca catatan guru yang berisi komentar, masukkan, dan tindakan lebih lanjut yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka memperbaiki hasil kerja dan sikapnya.
peserta didik dengan kesadaran sendiri menindaklanjuti catatan guru.
catatan guru dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta didikperlu diberi tanggal, sehingga perkembangan kemajuan belajar pesertadidik dapat terlihat.

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dalam Kurikulum 2013
            Hal yang penting lagi dalam kegiatan pembelajaran di kelas-kelas SD, selainpenerapan berbagai pendekatan, model, dan metode pembelajaran tersebut, guruharus melatihkan kepada peserta didik berupa kemampuan atau ketrampilan berpikirtingkat tinggi atau Higher Order Thinking (HOT), dengan tujuan meningkatkankemampuan siswa berpikir dan bernalar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih rumit dan atau memecahkan suatu kasus atau masalah. Hal ini perlu dilatihkan sejak usia sekolah dasar agar pada saat memasuki jenjang pendidikan berikutnya dan di masa depan mereka tidak asing dan tidak takut jika dihadapkan pada pertanyaan atau permasalahan yang lebih rumit. Kemampuan berpikir tingkat tinggi juga melatih menyampaikan gagasan secara argumentatif, logis, dan percaya diri, baik secara tertulis, lisan, dan tindakan.
            Disinyalir selama ini peserta didik di SD lebih banyak dilatih pada kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking (LOT), sehingga hanya mampu memecahkan pertanyaan dan atau permasalahan yang relatif sederhana, yang ditandai dengan hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan atau soal dalam bentuk objective test (pilihan ganda, menjodohkan, isian singkat) yang alternatif jawabannya hanya satu. Dalam melatihkan kemampuan berpikir tingkat tinggi kepada peserta didik, guru harus kreatif dan mampu membuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya variatif atau lebih dari satu jawaban yang benar atau berupa uraian. Kata kunci pertanyaan untukmelatih berpikir tingkat tingi antara lain: mengapa?, bagaimana caranya?, berikanalasan!, dengan cara apa?, harus bertindak bagaimana?, seandainya?, dan lain-lain. Berbeda dengan melatihkan berpikir tingkat rendah, guru hanya mengajukanpertanyaan pertanyaan tertutup, seperti sebutkan!, pilih!, tunjukan!, siapa penemunya?, dimana?, dan lain-lain. Melatihkan berpikir tingkat rendah tidak dilarang, dengan syarat kemampuan berpikir tingkat rendah tesebut hanya sebagai dasar atau perantara untuk ditindaklanjuti ke tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi.Untuk itu maka yangperlu dihindari adalah guru cenderung hanya melatihkan berfikir tingkat rendah kepada peserta didik, tanpa ditindaklanjuti untuk merangsang ke arah berpikir tingkat tinggi.

4.  Transisi Kurikulum KTSP 2006 ke Kurikulum 2013
Paradigma yang Harus Dimiliki Guru
Setidaknya terdapat tiga paradigma yang dimiliki guru untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, yakni:
Growth Mindset, yakni setiap guru harus menyadari betul tugas dan fungsinya sebagai katalisator dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk sukses, dan tumbuh secara mandiri melalui bimbingannya.
Action Mindset, dukungan penuh terhadap setiap peserta didik dalam mencapai cita-citanya dengan penuh semangat dan komitmen dalam mengajar.
Objective Mindset, guru memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan peserta didik dan menjadi pribadi yang menyenangkan dalam mendisiplinkan peserta didik.
Mindset guru harus diubah menjadi lebih baik, karena guru dilihat oleh seluruh peserta didik, kemampuan untuk ingin senantiasa mengembangkan kemampuan dirinya bersama para peserta didik, menjadikan dirinya mampu untuk beradaptasi dengan jenis kurikulum apapun yang dikembangkan.

Peran guru sebagai pembelajar sangat bermanfaat bagi dirinya, terlebih bagi peserta didik. Ketika mengajar, guru banyak mendapat masukan, baik dari bahan-bahan mata pelajaran yang diajarkan maupun dari topik-topik yang berhubungan dengan itu. Sebagai pelajar, seorang guru jangan sampai mudah merasa puas. Salah satu faktor terpenting dalam mengajar ialah perasaan belum puas akan kecakapan dan pengetahuan yang sudah dimiliki secara terus-menerus. Seorang guru harus mempunyai keinginan untuk berusaha mencapai kemahiran yang lebih tinggi lagi. Dengan begitu, untuk meningkatkan profesionalitas guru, dia harus terus-menerus belajar.

Ada manfaat lain yang akan diterima anak didik dari guru yang dinamis dan berkembang karena senang belajar. Mereka akan senantiasa mendapat hal-hal baru yang segar karena gurunya juga selalu menyajikan hal- hal baru yang didapatkannya. Dengan demikian, anak didik secara otomatis juga akan lebih berkembang karena masukan yang didapatkan bukanlah barang lama, tetapi yang baru dan segar. Agar pengajaran menjadi sangat dinamis, seorang guru yang berkembang hendaknya selalu mencari saran-saran untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kegairahan yang sedang dirasakannya. Cara yang terbaik untuk guru tersebut ialah dengan selalu belajar lagi dan menggabungkan pelajaran yang baru itu dengan pengetahuan lama yang telah ia ajarkan. Dengan demikian materi yang diajarkan akan selalu mengikuti perkembangan.

Ada beberapa cara yang dapat menolong dan menunjang peran guru sebagai pembelajar. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian tentang mata pelajaran yang sedang diajarkan. Penelitian ini dapat dilakukan pada saat melakukan persiapan pelajaran. Dalam persiapan itu, ia dapat mengumpulkan data dari buku-buku teks penunjang pedoman pengajaran. Penelitian juga dapat dilakukan dari buku-buku di luar buku penunjang. Dari penelitian terhadap sumber-sumber di luar pelajaran yang diajarkannya itu, ia dapat melihat hubungan antara mata pelajarannya dengan pengetahuan lain sehingga ia perlu mencari dan meneliti pengetahuan yang lain itu, ini tentunya akan sangat menunjang kemajuan profesinya.

Oleh karena itu sudah waktunya peserta didik diberikan ruang berkreasi dan tidak lagi dibebani oleh tumpukan mata pelajaran yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Tuntutan Profesionalisme Guru dalamKurikulum 2013
Kurikulum 2013 menuntut profesionlisme guru yang baik, mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang dapat menstimulasi peserta didik untuk belajar lebih aktif yang berbasis discovery learning disertai penambahan jam belajar di sekolah agar peserta didik mencapai kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.Setidaknya ada 4 (empat) kompetensi dasar yang harus dimiliki yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial (Pasal 28 (3), PP No. 19 tahun 2005). Komptensi ini merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan keprofesionalan seorang guru. Kompetensi pedagogik adalah kemampaun mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Sedangkan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berahklak mulia. Sementara kompetensi profesioanal diartikan sebagai kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memnuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Jika kompetensi pedagogik dijabarkan ke dalam sub komptensi yang lebih terperinci, paling tidak memiliki: (1) kemampuan mengidentifikasi potensi umum peserta didik yang perlu dikembangkan, (2) kemampuan melakukan inferensi mengenai karakteristik potensi peserta didik, (3) komitmen terhadap hak dan kewajiban peserta didik, (4) mampu memanfaatkan lingkungan peserta didik dalam pembelajaran, (5) kemampuan mengklasifikasi cara dan belajar peserta didik, (6) kemampuan bersikap dan berperilaku empati terhadap peserta didik, (7) kemampuan membimbing pengembangan karir peserta didik.

Kompetensi pedagogik menjadi sangat penting dalam rangka mengembangkan peserta didik agar dapat berkembang dengan maksimal sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Aktualisasi kompetensi pedagogik secara sederhana adalah, pertama, mengajarkan penekanan keterampilan berpikir.  Sejak usia prasekolah anak seharusnya dilatih oleh guru untuk berpikir tidak hanya secara linier tapi juga secara lateral.  Dengan demikian belajar melalui hafalan (rote learning) yang banyak mendasari cara belajar anak-anak dapat dihindari.  Untuk mencapai keterampilan berpikir harus menjadi bagian yang integral dari setiap kegiatan belajar.  Di beberapa negara, seperti Singapura, Thinking Program telah diimplementasikan mulai dari sekolah dasar, seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan Singapura We need ‘thingking schools’ and a ‘learning nation’ (Tesoro, 1997).  Berbagai metode mengajar yang melatih anak berpikir secara kritis, kreatif dan sistematis perlu dipakai oleh guru dalam kegiatan belajar di kelas.  Metode-metode ini dapat dipakai secara bersamaan dan terintegrasi dengan materi yang disampaikan, misalnya metode penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, dan tanya jawab.  Dalam hal ini guru yang menjadi ujung tombak dalam proses pembelajaran harus dilatih untuk menggunakan metode-metode tersebut.

Kompetensi kepribadian, bila dideskripsikan ke dalam sub kompetensi yang lebih terperinci, terdiri dari (1) mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, (2) mampu menilai kinerjanya sendiri sebagai guru, (3) mampu bekerja mandiri dan bekerjasama dengan orang lain, (4) mampu mencari sumber-sumber baru dalam bidang studinya, (5) memiliki komitmen terhadap profesi dan tugas profesional, (6) mampu meningkatkan diri dalam kinerja profesi, (7) mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan guru-guru yang lain, dan (8) memamtuhi peraturan perundangan yang berlaku.

Kompetensi profesional (penguasaan akademik), jika dideskripsikan ke dalam sub kompetensi yang lebih kecil, terdiri dari (1) menguasai substansi keilmuan bidang studi, (2) mengkaitkan substansi keilmuan bidang studi pendidikan dengan materi kurikulum di sekolah secara kontekstual, (3) menguasai kerangka dasar, struktur, dan materi kurikulum di sekolah. Penguasaan profesional ini menjadi bagian yang tak terpisahkan karena pada dasarnya seorang guru adalah sebagai pengajar. Artinya guru mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Untuk mengajarkan ilmu pengetahuan diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap substansi bidang studi yang ditekuni.

Kompetensi sosial, terdiri dari (1) mampu berkomunikasi dengan baik dan benar dengan lingkungan, sejawat dan atasan, (2) mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar, (3) mampu berperilaku yang baik di tengah masyarakat dengan memperhatikan budaya, tradisi, kebiasaan, adat istiadat yang dijunjung tinggi masyarakat setempat, (4) menampilkan sikap peduli, saling memahami, menghargai, dan menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa, (5) menunjukan sikap toleransi di tengah masyarakt Indonesia yang majemuk/plural.

Pola Pelatihan dan Pendampingan Guru
Pelatihan guru  dilakukan lebih banyak menggunakan berbagai metode yaitu simulasi, praktik, dan analisis. Saat pelatihan guru juga diberikan buku pegangan untuk mengajar di kelas. Pelatihan guru telah dilakukan tidak hanya mengedepankan teoritik saja akan tetapi sampai dengan praktiknya. Khusus di Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar telah dikembangkan berbagai Panduan Teknis Implementasi kurikulum 2013.

Pendampingan dilakukan saat kurikulum 2013 diterapkan di sekolah. Pendamping melakukan evaluasi dan melihat apa yang kurang dari implementasi kurikulum 2013, sehingga dapat dilakukan perbaikan. Pola pendampingan yang dikembangkan melalui gugus, SD inti, maupun guru inti.

Penyediaan Buku Siswa dan Buku Guru
Pada prinsipnya pemerintah tidak akan membebani guru, orang tua, dan siswa, karena itu buku pegangan guru maupun buku siswa akan disediakan oleh pemerintah. Buku pegangan guru berisi tentang berbagai panduan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang disesuikan dengan buku pegangan siswa.

Muatan Lokal di Kurikulum 2013



Muatan Lokal

Sumber : Kemendikbud.

Prinsip Pengembangan
Pengembangan muatan lokal untuk SD/MI perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut:
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan pendidikan berbasis kompetensi, kinerja, dan kecakapan hidup.
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan budaya, potensi, dan masalah daerah.
Pendidikan muatan lokal dipadukan dengan lingkungan satuan pendidikan, termasuk terpadu dengan dunia usaha dan industri.
Hasil-hasil pendidikan muatan lokal dirayakan (dalam bentuk pertunjukan, lomba-lomba, pemberian penghargaan) di tingkat satuan pendidikan dan daerah.
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan.
Pendidikan muatan lokal tidak hanya berorientasi pada hasil belajar, tetapi juga mengupayakan peserta didik untuk belajar secara terus-menerus.
Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan dan mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.

Mengintegrasikan konten-konten lokal dengan aspek-aspek yang ada dalam kelompok mata pelajaran kelompok B.

Muatan lokal dikembangkan oleh daerah atau sekolah dengan cara sebagai berikut.
Melakukan identifikasi dan analisis terhadap lingkungan alam, sosial ekonomi, dan sosial budaya sesuai dengan kebutuhan dan program jangka panjang daerah                                                                               
Memperkaya mata pelajaran Kelompok A. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap Kompetensi Dasar matapelajaran kelompok A.
Mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran Kelompok B. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap Kompetensi Dasar matapelajaran kelompok B.

Menentukan jenis muatan lokal yang akan dikembangkan.
Jenis muatan lokal meliputi empat rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara budaya lokal (dimensi sosio-budaya-politik), kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi ekonomi), pendidikan lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya (dimensi fisik).
Budaya lokal mencakup pandangan-pandangan yang mendasar, nilai-nilai sosial, dan artifak-artifak (material dan perilaku) yang luhur yang bersifat lokal.
Kewirausahaan dan pra-vokasional adalah muatan lokal yang mencakup pendidikan yang tertuju pada pengembangan potensi jiwa usaha dan kecakapannya. 
Pendidikan lingkungan dan kekhususan lokal lainnya adalah mata pelajaran muatan lokal yang bertujuan untuk mengenal lingkungan lebih baik, mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan, dan mengembangkan potensi lingkungan.
Perpaduan antara budaya lokal, kewirausahaan, pra-vokasional, lingkungan hidup, dan kekhususan lokal lainnya yang dapat menumbuhkan suatu kecakapan hidup.

Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan satuan pendidikan. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
tersedianya sarana dan prasarana;
tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
kelayakan yang berkaitan dengan pelaksanaan di satuan pendidikan;
karakteristik yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah;
komponen analisis kebutuhan muatan lokal (ciri khas, potensi, keunggulan, dan kebutuhan/tuntutan);
mengembangkan kompetensi dasar yang mengacu pada kompetensi inti;
menyusun silabus muatan lokal.
Menyusun buku muatan local
Pengadaan buku muatan lokal

Berikut ini rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal.
Daerah maupun satuan pendidikan diharapkan mengembangkan muatan lokal diawali dengan menetapkan kompetensi dasar dari kompetensi inti yang sudah ada, selanjutnya satuan pendidikan mengembangkan silabus dan RPP.
Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta pembelajarannya diatur agar tidak memberatkan peserta didik.
Program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar, yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.Bahan kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.
Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI.    Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran.
Alokasi waktu untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.Beban belajar/waktu yang dialokasikan untuk mata pelajaran muatan lokal baik berupa pengayaan kelompok mata pelajaran wajib B, mata pelajaran hasil pengembangan daerah, dan atau mata pelajaran hasil pengembangan satuan pendidikan sebanyak 2 jam/minggu. Daerah/satuan pendidikan dapat mengembangkan dan melaksanakan lebih banyak dengan mempertimbangkan kemampuan daerah/satuan pendidikan.

Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan.Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
Muatan lokal dapat dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang memperkaya kelompok mata pelajaran B.
Satuan pendidikan dapat menentukan satu atau lebih aspek bahan kajian mata pelajaran muatan lokal.





Daya dukung pelaksanaan muatan lokal meliputi segala hal yang dianggap perlu dan penting untuk mendukung keterlaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana  dan prasarana, dan manajemen sekolah.
Kebijakan Muatan Lokal Pelaksanaan muatan lokal harus didukung kebijakan, baik pada level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Kebijakan diperlukan dalam hal:
kerja sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta;
pemenuhan kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana, sarana dan lain-lain); dan
penentuan jenis muatan lokal pada level provinsi dan  kabupaten/kota sebagai muatan lokal wajib yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.
Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah yang memiliki:
Latar belakang pendidikan yang sesuai. Apabila tidak terpenuhi maka satuan pendidikan harus mengusahakan guru yang akan mengampu memperoleh sertifikat pelatihan pada aspek mata pelajaran yang sesuai.
Bagi Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
Penambahan jumlah jam yang dilaksanakan melampaui jumlah yang ada di struktur kurikulum nasional menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Mata pelajaran yang dikembangkan sendiri oleh daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Apabila mata pelajaran tersebut dianggap sudah tidak relevan, maka pemerintah daerah mengusahakan guru untuk memperoleh sertifikat untuk mengampu mata pelajaran lainnya.Mata pelajaran yang dikembangkan sendiri oleh satuan pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan. Apabila matapelajaran tersebut dianggap sudah tidak relevan, maka satuan pendidikan mengusahakan guru untuk memperoleh sertifikat untuk mengampu mata pelajaran lainnya.Guru muatan lokal mendapatkan penghargaan yang sama dengan guru mata pelajaran lainnya.Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan, seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya, dan lain-lain.
Kebutuhan sarana dan prasarana muatan lokal harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja sama dengan pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain.
Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala sekolah:
menugaskan guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara khusus untuk muatan lokal;menjaga konsistensi pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran umum dan muatan lokal khususnya; dan
mencantumkan kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan pendidikan.

------------------