Senin, 30 April 2018

Lina Kus Dwi Sukesi dalam Padiku Menguning di Atas Klakson Angin


Lina Kus Dwi Sukesi

Padiku Menguning di Atas Klakson Angin

Pertiwiku adalah lumbung yang hijau
Di mana bulir-bulir padi telah menguning
Bermanja di atas pucuk-pucuk daun kering

Goyang tangkainnya, bagai gemulai penari
Menanti petani untuk menuai panen hari ini

Di sudut petak yang lain
Sawah telah dibajak, untuk ditanami kembali
Begitu cepat, laksana peredaran matahari

Berjuta-juta ton gabah dihasilkan dari sawah
Menjelma butir-butir Kristal putih
Mewangikan tungku di dapur yang sunyi

Di sisi lain, pada titik nadi
Aliran darahku berhenti
Biji pepadi yang tumbuh begitu rimbun
Tiada cukup untuk membuat kenyang negeri ini

Hingga dating hasil panen
Dengan kapal-kapal laut
Bukan dari gerobak-gerobak tua
Yang ditarik kerbau jantan dan betina

Di antara redup dan terang matahari
Sejumput asa mengetuk nurani
Inikah gemah ripah loh jinawi ?
Madiun,21-04-2018

Lina Kus Dwi Sukesi, lahir di Madiun, 9 Juni 1983. Tinggal di Madiun.


Muttaqin Haqiqi dalam Senandung Palu

Muttaqin Haqiqi

Senandung Palu

Palu beradu dengan landas kayu
Ramai deru gemuruh
Beraneka ragam
Berbeda lagu
Pelan bak belaian angin pada untaian rambut
Pun menggelegar menggetar
Menggertak relung sedalam palung
Ada kala seirama senada
Juga sumbang tak beratur

Palu beradu dengan landas kayu
Senandung sumbang palu
Menggebuk seru ranting rapuh
Meremuk debu
Mengguncang batin kalbu
Ranting bingung sedih dan kalut
Seru haru sedan tak bertalun
Datang diundang diserbu serdadu
Komandan palu dingin dan acuh
Tak peduli ranting hancur mendebu
Palu beradu dengan landas kayu
Terketuk ria, lenggok merayu
Senandung merdu palu
Menyambut cabang bertamu
Cabang riang tertawa
Berdendang bersama berseru

Sungguh pun Palu suka melucu
Bercerita jenaka dagel
Menghibur negeri ini
Menggelitik akal
Mengocok perut
Sampai kapan palu terus bersenandung
Sampai kapan terus melucu

Muttaqin Haqiqi, lahir di Pemalang, 1 Mei 1998.Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif semester 4 pada Universitas Negeri Semarang, jurusan Teknik Mesin.

Rizki Andika dalam Indonesia Menonton Bioskop

Rizki Andika

Indonesia Menonton Bioskop

sepuluh ribu untuk tiket
masuk tanpa alas kaki
kursi kayu didapatnya
kisah mendatar dimulai

tak ada serius kali ini
layar makan tawa kering
perut buncit berisi kenyang
sisa jabat piring di bawah meja

kenal pemain dan sutradara
di layar adalah nikmat alur
sembunyi bukan tak kuat
biar cerita jadi menarik

pejabat kuasa main
jadi pemeran utama
indonesia menonton
di bioskop monoton
Karawang, April 2018




Rizki Andika

Warisan

sekarang sudah sampai kepala tujuh
dan sebentar akan jadi delapan
maaf aku harus begini bung
ini ada yang tak waras

sekarang orang sakit mimpin negara
mereka buang hajat kok di gunung
sungai jadi tempat cuci bokong
orang miskin dibikin kursi
agama dilelang murah

rakyat kecil simpan harapan
di sela pantat bandit politik
betapa kotornya posisi asa
di antara kelamin dan lubang

begini maksudku
bung warisanmu:
pancasila
hanya syarat upacara
Karawang, April 2018

Rizki Andika, lahir di Karawang, April 1997. Belajar menulis di Rumah Seni Lunar sejak 2017. Berkegiatan di Perpustakaan Jalanan Karawang dan menjadi mahasiswa di Universitas Singaperbangsa Karawang. Mengikuti antologi bersama The First Drop of Rain (2017), Anggrainim, Tugu dan Rindu (2018).

Nita Pujiasih dalam Pendidikan Indonesiaku


Nita Pujiasih
Pendidikan Indonesiaku
Alam berbisik
Mengalunkan melodi tentang rindu
Rindu akan sosok-sosok pemerhati ilmu
Rindu akan gairah semangat pemuda-pemudi
Pejuang sejati laksana Bacharuddin Jusuf Habibie

Alam pun merayu
Menatap awan yang berarak menyambut langit biru
Seraya berdoa kepada Sang Kholik
Wahai Tuhanku
Dengan sifat pemurahmu
Ciptakanlah Einstein dalam diri setiap makhluk yang paling mulia di muka bumi ini

Alam pun bergeming
Tanpa melantunkan gelora semangat
Menyapu pandangan seluruh angkasa raya
Mengintai dan meratap
Inikah wajah-wajah pahlawan ilmu masa depan?

Penyuapan ilmu telah membuncah di belahan negeri ini
Tidak terjadi hanya sekali saja
Namun berulang kali dan tak terhitung
Menyapa kepada setiap pejabat kaya
Merayu kepada setiap konglomerat
Menghampiri kepada setiap mereka yang berlimpah harta
Mendekati mereka yang mudah tergoyah imannya
Demi menempatkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah ternama
Demi mendapatkan mawar kebanggaan dalam diri mereka

Lalu bagaimanakah nasib pemuda-pemudi bangsa yang mumpuni itu?
Mau dibawa kemanakah sosok cerdas seperti Habibie itu?
Bagaimana dengan sosok-sosok cemerlang seperti Einstein?
Jika kursi-kursi telah direbut oleh mereka yang senantiasa bangga dengan penyuapan ilmu
Padahal di negeri ini banyak kali pemuda-pemudi cerdas, cemerlang, dan juga inovatif
Yang kelak mampu menjunjung negeri ini dihadapan dunia

Inikah wajah budaya pendidikan kita?
Asa yang menggebu dalam diri setiap pemuda-pemudi berprestasi seakan tertutupi oleh debu yang menempel di ujung pena mereka
Menghapus jejak mimpi-mimpi mereka
Berserakan tak pasti dan terombang ambing
Mereka hanya bisa berbisik
Adakah tempat bagiku untuk terus melangkah?
Saat ku hanya ingin melaju melanjutkan semua mimpiku

Meratap dalam kegelapan
Seorang anak miskin mengadu diri
Tuhan kemanakah aku harus melangkah
Bisakah daku bersaing mendapatkan tiket pendidikan?
Setelah pintu gerbang seakan tertutup oleh mereka yang tak takut dosa
Tidakkah mereka memikirkan nasib saudaranya di dunia ini
Tidakkah mereka memberiku kesempatan untuk terus berkarya dalam setiap mimpiku
Aku pun ingin berjuang membanggakan negeri ini
Tidakkah mereka melihat kemampuanku
Tidakkah mereka memberiku kesempatan untuk terus berjuang
Melanjutkan mimpi besarku, meraih cita-citaku

Wahai kalian yang berlimpah harta
Bagaimana aku bisa turut membanggakan Indonesia
Bila kursi-kursi sekolah telah engkau beli demi putra-putrimu yang  belum bisa mendapatkan almamater ternama
Bahkan yang pesimis dengan kemampuannya
Tidak bisakah anak-anakmu bertindak sportif
Berjuang bersama meraih kursi impian
Tidakkah kau tahu?
Memetik bintang tak semudah kita dalam mengedipkan kedua mata
Segala sesuatu juga membutuhkan perjuangan dan proses

Wahai kalian yang berlimpah harta
Aku hanya ingin kalian mendengar bisikan hati kami yang begitu bergelora meraih mimpi
Aku hanya ingin kalian memandang kemampuan kami
Aku hanya ingin kalian mengetahui prestasi kami
Bahwa kami pantas bersanding menuntut ilmu seperti Habibie atau bahkan Insinyur Soekarno
Izinkanlah kami untuk membangun Indonesia Emas 2045
Wujudkanlah pintaku ini
Hapuslah penyuapan ilmu dalam diri kalian demi generasi penerus bangsa ini
Bimbinglah putra-putimu untuk dapat mengukir prestasi
Agar kelak mampu bersanding dengan kami
Mewujudkan Indonesia Emas 2045 Satu Nusa Satu Bangsa
Untuk negeri Garuda Indonesia


Nita Pujiasih
Siapakah dikau?

Aku bertanya pada dikau
Siapakah dikau?
Gayus Tambunan kah?
Neneng Sri Wahyuni kah?
Atau justru Yahya Fuad?
Siapapun kamu yang jelas kau bukanlah Dilan

Hey dikau
Masih sajakah kau begitu?
Janji-janjimu pada rakyatmu dulu
Hah…itu sudah menjadi janji palsu
Lalu masih sajakah kau mengelak?
Jika iya itu sungguh memalukan

Administrasi negara berantakan
Pembangunan tak terselesaikan
Rakyat kecil terabaikan
Lalu masih sajakah kau mengelak?
Jika iya sungguh itu tidaklah adil

Sadarlah dikau para penggelap uang negara
Akan kau kemanakan para rakyatmu
Mau dibawa kemana kemajuan Indonesiamu
Jangan biarkan bangsa ini mati karakter karenamu
Ingatlah
Bukanlah kita meminta Indonesia untuk bisa memberi kita keuntungan
Namun apa yang bisa kita berikan untuk Indonesiaku
Camkan kata-kata Soekarno itu

MUHAMMAD Fawaz" dalam Topeng


"MUHAMMAD Fawaz"
                         Topeng
Sembunyikan agar tak tahu
Menggunakan wajah wajah palsu
Menari bak angin baru
Terbang tinggi hidupkan lucu
   Indonesiaku........
   Denganmu ku lestarikan
   Tari,lagu,dan keajaiban
Topengmu.....
Mempunyai aneka gaya bahasa
Membuat mereka semua tertawa
Indah budaya indah tiada tara                
Memangku warisan dengan tawa          
    Bangga akan mengawalmu
    Bahagia karena kayamu
Topeng memberi cerita legenda
Dan  memberi warna indonesia

Kenali Tokoh Kita dengan Membaca











Perluas wawasan di literanesia.com

Mengenal Karya-karya WS Rendra



























Inget Janji karya Carmad

INGET JANJI
Nalika pragat kuliah kosi sumringah
Bungah sewayah wayah
Kesawang pegawean blajari bocah
Olih pangkat gaji lan hormat

Nanging angin bli bisa digiring
Prak ngajar mulai krasa pusing
Segala tugas kerasa nendang
Angger amplop isine telung abangan

Saya sue saya lali
Kerasa pengen sulaya janji
Tapi inget ning ucapan
Guru iku kanggo pengabdian

(Semoga tetap tulus mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa

Sabtu, 21 April 2018

Ihya Maulida, dalam Setan Maut



Setan Maut

termangu
Kemana diri akan dibawa
Ku tatap jalan raya
Mencari tempat tuk sesuatu

Bola mata yang ke kiri dan kanan
Terhenti Melihat sudut yang ramai
Mata ku terfokuskan
Ke arah warung makanan
Ku hampiri dengan berjalan

Duduk di pekursian
Melambaikan tangan seolah memesan
Ku lihat menu yang tersedia
Nasi goreng mawut dan setan
Membuat keringat ku bercucuran
Seakan mengundang tangisan
Panas dingin ketakutan

Sanubari ku berkata
ini kah ajal ku
memohon dengan taubatan nasuha
agar ku masuk syurga






Ihya Maulida, lahir hari senin tanggal 27 mei 2002 di kecamatan Lampihong kab. Balangan, Kalsel. anak dari pasangan H. Mas'ud Raniansyah dan Hj. Mahrita dan merupakan anak bungsu
pernah mengayam pendidikan di R.A Lampihong, MTsN 4 Balangan, dan sekarang sekolah di MAN Insan Cendekia Tanah Laut.
 Hobi tidak suka membaca tapi suka menulis dan mengarang, sering ikut kegiatan sastra di sekolah. Aktif di berbagai kegiatan, terutama ekskul olahraga, PIK Remaja, PMR, dan suka theather.