Rabu, 22 November 2017

Guru Akan Diredistribusi

JAKARTA, (PR).- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak akan mencairkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) kepada guru yang menolak diredistribusi. Program redistribusi guru akan dimulai tahun depan seiring dengan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018/2019 berbasis zonasi. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud mencatat, jumlah guru PNS dan honorer di luar guru agama mencapai 3,1 juta orang.

Pelaksana Tugas Dirjen GTK Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, redistribusi guru harus dilakukan agar tujuan dari mekanisme PPDB berbasis zonasi tercapai. Yakni menyelenggarakan pendidikan yang merata dan berkualitas. Menurut dia, sebaran guru yang tak merata memicu terjadinya ketimpangan kualitas dan jumlah guru di setiap sekolah dan daerah.

“Banyak sekolah yang mengeluh kekurangan guru. Sebenarnya (kekurangan) tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Kekurangan guru itu terjadi disebabkan oleh tidak adanya redistribusi guru. Guru menumpuk di suatu tempat, sementara di tempat lain kurang. Pemerintah akan mulai melakukan redistribusi pada tahun ajaran baru semester depan,” kata Hamid di Kantor Kemendikbud Senayan, Jakarta, Selasa 21 November 2017.

Hamid menegaskan, sesuai dengan UU Guru dan Dosen, guru harus bersedia ditempatkan di manapun. Menurut dia, berdasarkan pada semangat zonasi, guru tidak perlu khawatir akan dipindahkan ke sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. “Zonasi ini untuk menghapus predikat sekolah unggulan dan nonunggulan. Juga untuk keadilan bagi anak dari keluarga kurang mampu. Guru harus mempermudah upaya pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pendidikan,” ucapnya.

Ia menyatakan, anggaran Tunjangan Profesi Guru yang digelontorkan pemerintah setiap tahunnya mencapai Rp 72 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 67 triliun dipakai untuk membayar hak guru di sekolah negeri. Sedangkan Rp 5 triliun lainnya untuk membayar Tunjangan Profesi Guru di sekolah swasta. Menurut dia, dana yang sangat besar tersebut seharusnya diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional yang merata.

“Setelah dihitung jika ada kelebihan guru di satu daerah, maka perlu diredistiribusi zonasi. Mau tidak mau harus terima. Semisalnya, dalam SMP ada empat guru matematika tapi kebutuhan hanya dua, maka tunjangan profesi tidak akan dibayarkan bagi guru yang menolak untuk dipindahkan,” ujarnya

Tidak layak
Hamid menjelaskan, saat ini, sekitar 20.000 sekolah berada dalam kondisi tidak layak karena hanya memiliki kurang dari 60 siswa. Kemendikbud akan menutup, menggabungkan, dan atau mempertahankan sekolah tersebut setelah mendapat pembinaan.

“Nanti dipilah-pilah lagi, yang masih bisa dioptimalkan, akan dioptimalkan. Terutama sekolah yang di daerah terpencil kan tidak bisa ditutup. Sekolah di daerah 3T tidak akan ditutup. Digabungkan sepanjang masih tidak bisa digabung. Jadi tidak layak itu karena gurunya kurang, fasilitas belajarnya rusak berat atau total,” katanya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menuturkan, sebagian besar sekolah tidak layak tersebut merupakan sekolah swasta, dari jenjang SD hingga SMA/SMK. Menurut dia, kelayakan sebuah sekolah juga dilihat dari ketersediaan jumlah guru dan infrastruktur yang menunjang.

“Kami melihat bangunannya masih ada yang bagus dan tidak. Nanti kami lihat lagi dari aspek yang lain. Kalau memang sudah tidak memadai dalam banyak hal nanti baru digabung atau ditutup. Banyak masalah itu, jadi nanti harus dilihat lagi,” ucap Muhadjir.

Ia menjelaskan, PPDB berbasis zonasi secara perlahan akan mampu memetakan dengan akurat jumlah sekolah dan guru yang diperlukan. Menurut dia, PPDB berbasis zonasi wajib diterapkan tahun depan.

“Nanti kalau zonasi itu bisa jalan itu bisa terdeteksi sekolah mana yang harus disantuni, sekolah mana yang harus digabung, sekolah mana yang harus terpaksa ditutup. Kebanyakan sekolah itu dari swasta,” katanya.***