Pendidikan sebagai sebuah proses
belajar memang tidak cukup dengan sekedar mengejar masalah kecerdasannya saja.
Berbagai potensi anak didik atau subyek belajar lainnya juga harus mendapatkan
perhatian yang proporsional agar berkembang secara optimal. Karena itulah aspek
atau factor rasa atau emosi maupun ketrampilan fisik juga perlu mendapatkan
kesempatan yang sama untuk berkembang.
Sejalan dengan pengertian kognitif
afektif psikomotorik tersebut, kita juga mengenal istilah cipta, rasa, dan
karsa yang dicetuskan tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Konsep ini juga
mengakomodasi berbagai potensi anak didik. Baik menyangkut aspek cipta yang
berhubungan dengan otak dan kecerdasan, aspek rasa yang berkaitan dengan emosi
dan perasaan, serta karsa atau keinginan maupun ketrampilan yang lebih bersifat
fisik.
Konsep kognitif, afektif, dan
psikomotorik dicetuskan oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956. Karena itulah
konsep tersebut juga dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom.
Pengertian kognitif afektif
psikomotorik dalam Taksonomi Bloom ini membagi adanya 3 domain, ranah atau
kawasan potensi manusia belajar. Dalam setiap ranah ini juga terbagi lagi ke
dalam beberapa tingkatan yang lebih detail. Ketiga ranah itu meliputi :
1. Kognitif (proses berfikir )
Kognitif adalah kemampuan
intelektual siswa dalam berpikir, menegtahui dan memecahkan masalah.
Menurut Bloom (1956) tujuan domain
kognitif terdiri atas enam bagian :
a. Pengetahuan (knowledge)
mengacu kepada kemampuan mengenal
materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang
sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat keterangan dengan benar.
b. Pemahaman (comprehension)
Mengacu kepada kemampuan memahami
makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat
berfikir yang rendah.
c. Penerapan (application)
Mengacu kepada kemampuan menggunakan
atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan
menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan
berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
d. Analisis (analysis)
Mengacu kepada kemampun menguraikan
materi ke dalam komponen-komponen atau faktor-faktor penyebabnya dan mampu
memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga
struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat
kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
e. Sintesa (evaluation)
Mengacu kepada kemampuan memadukan
konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru. Aspek ini memerluakn tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan
kemampuan tingkat berfikir yang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
f. Evaluasi (evaluation)
Mengacu kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi
merupakan tingkat kemampuan berfikir yang tinggi.
Urutan-urutan seperti yang
dikemukakan di atas, seperti ini sebenarnya masih mempunyai bagian-bagian lebih
spesifik lagi. Di mana di antara bagian tersebut akan lebih memahami akan
ranah-ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran mencapai Introduktion
Instruksional. Seperti evaluasi terdiri dari dua kategori yaitu “Penilaian
dengan menggunakan kriteria internal” dan “Penilaian dengan menggunakan kriteria
eksternal”. Keterangan yang sederhana dari aspek kognitif seperti dari
urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni satu
bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain.
Aspek kognitif lebih didominasi oleh
alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk
melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.
2. Afektif (nilai atau sikap)
Afektif atau intelektual adalah
mengenai sikap, minat, emosi, nilai hidup dan operasiasi siswa.
Menurut Krathwol (1964) klasifikasi
tujuan domain afektif terbagi lima kategori :
a. Penerimaan (recerving)
Mengacu kepada kemampuan
memperhatikan dan memberikan respon terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan
merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
b. Pemberian respon atau partisipasi
(responding)
Satu tingkat di atas penerimaan.
Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara afektif, menjadi peserta dan
tertarik.
c. Penilaian atau penentuan sikap
(valung)
Mengacu kepada nilai atau pentingnya
kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi
seperti menerima, menolak atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi “sikap dan opresiasi”.
d. Organisasi (organization)
Mengacu kepada penyatuan nilai,
sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
e. Karakterisasi / pembentukan pola
hidup (characterization by a value or value complex)
Mengacu kepada karakter dan daya
hidup sesorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah
laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam
kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa.
Variable-variabel di atas juga telah
memberikan kejelasan bagi proses pemahaman taksonomi afektif ini,
berlangsungnya proses afektif adalah akibat perjalanan kognitif terlebih dahulu
seperti pernah diungkapkan bahwa:
“Semua sikap bersumber pada
organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki. Sikap
selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan mereka
pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat-sifat
mereka.”
Bidang afektif dalam psikologi akan
memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah
nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu
sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat
urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.
3. Psikomotorik (keterampilan)
Psikomotorik adalah kemampuan yang
menyangkut kegiatan otot dan fisik.
Menurut Davc (1970) klasifikasi
tujuan domain psikomotor terbagi lima kategori yaitu :
a. Peniruan
terjadi ketika siswa mengamati suatu
gerakan. Mulai memberi respons serupa dengan yang diamati. Mengurangi
koordinasi dan kontrol otot-otot saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk
global dan tidak sempurna.
b. Manipulasi
Menekankan perkembangan kemampuan
mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu
penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut
petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan
memerlukan kecermatan, proporsi dan
kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi
dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
d. Artikulasi
Menekankan koordinasi suatu
rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan
atau konsistensi internal di natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan
Menurut tingkah laku yang
ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya
dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi
dalam domain psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat
dilihat bahwa domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran
adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, di
mana sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat
kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan
diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.
Dalam konteks evaluasi hasil
belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran
dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Sasaran kegiatan evaluasi hasil
belajar adalah:
- Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan pada mereka?
- Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya?
- Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara kongkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek
penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang
paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.