Minggu, 24 September 2017

Penghargaan Sastra, Anugerah Sastra, Tanda Kehormatan sastra, atau sejenisnya.

Penghargaan Sastra, Anugerah Sastra, Tanda Kehormatan sastra, atau sejenisnya.
oleh Rg Bagus Warsono

Para penulis/penyair muda jangan merasa memandang mereka yang mendapatkan adalah sesuatu yang luarbiasa di zaman modern ini . Apapun bentuknya adalah apresiasi masyarakat terhadap sastrawan dan karyanya. Sebab penghargaan adalah evaluasi masyarakat terhadap sastrawan dan karyanya dari berbagai sudut pandang dengan pola penilaian tertentu serta kuatan eksekusi subyektif dan obyektif dari karya atau penulisnya itu.

Demikian terhadap evaluasi yang berujung kepada pemberian penghargaan, penobatan, penerimaan anugerah sastra sebetulnya diambil dari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Sebuah penilaian estetika terhadap karya juga penulisnya pada waktu tertentu di masa itu. Estetika sendiri adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan; yang sebetulnya memerlukan kajian banding terhadap objek lain sehingga terkesan tersendiri.

Ketika anugerah sastra, tanda jasa,tanda kehormatan, tanda penghargaan dsb. diberikan dengan penilaian yang terdiri dari beberapa orang dengan methoda yang baik dan beberapa teknik penilaian yang berfariasi tetapi tanpa promosi dan publikasi yang besar maka tidak ada gaungnya di masyarakat. Sebaliknya penyelenggaraan penganugeraaan sastra yang hanya dilakukan seseorang dan sangat evesien kerja (karena penilaiannya hanya menggunakan rasa) akan tetapi gaungnya dapat dirasakan secara nasional bahkan mendunia dikarenakan dukungan permodalan dan fasilitas yang kuat.

Oleh karena pola penilaian tertentu serta kuatan eksekusi subyektif dan obyektif dari tim penilai pada karya atau penulisnya itu itu menjadikan rawan polemik sehingga bukan tidak mungkin pemberian penghargaan, pemberian anugerah sastra atau pemberian tanda kehormatan sastra dan sejenisnya hanya dianggap 'guyonan semata .

Apapun betuknya adalah pemberian apresiasi.
Jadi pada hakekatnya sebetulnya pemberian anugerah, penghargaan, tanda jasa, tanda kehormatan adalah pemberian apresiasi terhadap karya dan penciptanya atas penilaian seseorang atau lebih sekecil apa pun yang patut dihargai sebagai bentuk-bentuk penyemangat kehidupan sastra Indonesia .

Sabtu, 02 September 2017

Arya Setra dalam Kita Dijajah Lagi : Benarkah Kita Sudah Merdeka






Arya Setra

Benarkah Kita Sudah Merdeka?

72 tahun yang lalu proklamasi 
Di kumandangkan
72 tahun yang lalu negara kita 
Di merdekakan 
Merdeka ,,,, merdeka,,,, merdeka,,
Merdeka ini untuk siapa ?? 
Untuk rakyat Indonesia kah ?? 
Untuk penduduk pulau atau provinsi tertentu kah ?? 
Atau hanya untuk orang - orang tertentu kah ?? 
Negara kita negara agraris tapi hasil pertanian masih banyak di impor
Negara kita punya lautan yang begitu luas,, terapi kita masih kekurangan garam 
Negara kita negara yang kaya sumberdaya alam nya, tapi rakrat nya masih banyak yang kekurangan 
Apa itu arti merdeka yang selama ini kita teriakan ??? 
Benarkah kita ini sudah merdeka ??
Atau hanya bayang bayang saja yang sebernarnya rakyat nya belum merdeka,,, 
Masih di jajah oleh kaum nya sendiri,,,, 

Jakarta , 31 agustus 2017 

Jumat, 01 September 2017

Wanto Tirta dalam Kita Dijajah Lagi LANGIT KAYU ABU-ABU



Wanto Tirta 

LANGIT KAYU ABU-ABU

Memandang langit putih pucat 
Hari gemetar esok lusa apa kabar 
Genggaman tangan acung merdeka 
Mungkinkah masih kuat meninju ke atas 
Karena langit biru berubah abu-abu 
Burung terbang tak bebas lagi mengintari cakrawala desaku 
Raung diesel menebang kayu 
Rampung digarap dibawa karo 
Cukong berduit menginjak bumi 
Aku melirik uang ditarik 
Kayu-kayu dikubik kirim ke luar negeri 
Beratus tahun hutan divisi hijau 
Seketika habis oleh tangan dengan kendali petani berdasi suruhan bangsa lain 
Tolong 
Tarzan mengaum di tengah kota 
Gigi menyeringai siap menerkam 
Siapa saja yang menentang penebangan hutan 
Kayu gelondongan ludes habis 
Ditukar dolar Kembali ke sini harus dibeli 
Sekehendak hati harus menuruti 
Tolong 
Petani meringis gigit jari J
ualan kayu dengan harga semaumu 
Aku terpaku di bawah langit abu-abu 
Memandang sunyi dengan hati kelu 
Kata merdeka masihkah milikku 
 30082017

Muhammad Lefand dalam Kita Dijajah Lagi : Catatan Pendek Tentang Rakyat Jelata



CATATAN PENDEK TENTANG RAKYAT JELATA

sesungguhnya tak ada kata
merdeka, bagi rakyat jelata
apalagi yang menghuni pinggiran kota
dianggap perusak tatanan kota

kemerdekaan rakyat Indonesia
hanya dari Jepang dan Belanda
tapi tidak dari penguasa dan pengusaha
begitulah sebagaimana kenyataannya

negeri demokrasi, katanya
kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat
tapi pada kenyataannya tidak
rakyat menjadi korban kebijakan saja

merdeka masih jauh dari ideal
jika rakyat masih memikirkan tingginya
harga sembako, padahal has
dibeli murah dengan alasan barang melimpah


tak ada kata merdeka bagi rakyat
mereka tak bisa memutuskan sendiri nasibnya
karena semua tergantung penguasa
dan penguasa. merdeka hanya slogan saja


Jember, 31 Agustus 2017


Muhammad Lefand, penulis yang lahir di Sumenep Madura dengan nama Muhammad, sekarang tinggal di Ledokombo Jember. Adalah seorang perantauan yang senang menulis puisi.