Sabtu, 26 Agustus 2017

Sari Gunawan dalam Kita Dijajah Lagi : BENARKAH MERDEKA?




Sari Gunawan

BENARKAH MERDEKA?
Merdeka...!
Tersekat dada untuk mengucapnya
Kata yang kian jauh dari nyata
Negeri kaya yang terpasung jiwa
Menata asa hanya dengan kharisma
Jauh dari logika apalagi takwa
Merdeka..!
Berdegub hati menjadi pilu
Kata yang dulu menjadikan tetesan air mata haru
Darah para syuhada menjadi saksi bisu
Negeri ini menjadi ada hingga 72 tahun lalu
Menangis mereka bila saat ini tahu
Derita rakyat semakin betalu 
Tersekap kuat oleh para penguasa benalu
Seorang bocah diikat kaki dan tangan dipermalu
Lantaran tak tahan melihat sakitnya ibu
Mengambil sesuatu
Untuk ibu.., jawabnya sambil menagis sendu
Hemm..., lidah terlanjur kelu
Tak seorangpun membantu
Hingga sang bocah kehilangan ibu...,
Oh.., negeriku!
Merdeka..!
Kata apa ini?
Sekadar pelangi penghibur diri?
Malam hari berdendang tari?
Mengundang K-Pop perangsang birahi?
Tontonan gaul para petinggi?
Bagi hadiah lomba itu lomba ini?
Penghilang penat setelah lama terdzalimi?
Agar tangis jelata tampak ganti berseri?
Tak bagus yang begini
...., kita harus perbaiki!
Merdeka...!
Harus selalu bergema
Kata yang menjadikan jiwa bergelora
Bahwa masa depan itu ada
Negeri ini berlimpah karunia
Segalanya tersedia
Tugas kita adalah menata
Segera...,
Sahabatku sejati
Terus berkarya hingga nanti
Deretan duka menunggu ganti
Meski para durjana kian tak peduli
Karena karya adalah ketulusan hati
Semata tetesan darah untuk-Mu Rabbi
Hingga Pertiwi tersenyum kembali
NKRI segera kembali
Menjadi milik sejati anak Negeri
Bengkulu 17 Agustus 2017

Disamping sebagai seorang Motivator, Sari Gunawan juga Penggerak Literasi di Bengkulu.

Asro Al Murthawy dalam Kita Dijajah Lagi : SOLILUKUI MERAH PUTIH





Asro Al Murthawy

 SOLILUKUI MERAH PUTIH

Dulu, ku pernah menemui waktu
Sendiri saja
Orang-orang merindukan kibaranku tinggi-tinggi
Menyematkanku di ujung bambu runcing ikat kepala
Dan kedalam hati
Ingatkah kau pada gagah merahku memenuhi jalan
Sepanjang Mataram Batavia ?
Ingatkah kau betapa putihku membersit di dada Gajah Mada
Memetakan nusantara

Kini tak apalah buat sepenggal waktu kuletakkan dua warnaku
pada cuaca yang tak lagi tentu
merahku melumer di Timor Timur
menunggu keajaiban nasib menjelmakanku pada panji-panji lagi
putihku mengeruh di tanah Aceh
amis darah bau mesiu telah mencabikku hingga
cabikan keseribusatu
secuma kain apalah arti
sementara di sini, kau melipatku
dan tergesa menyurukkanku di bawah bantal mimpi
lihat, meradang batang tiangku
pada warna-warni yang bergegas datang pergi, datang pergi
kuning merah hijau jingga biru
memadati petak-petak lengkung langit
berebut tinggi
sungguh jika kau tahu, akupun merindukan kibaran itu
setengah tiang saja
melambai langit dukaku

S. IMAJI Bangko – Tl. Kawo, 1420 H.

Baba Syem, dalam Kita Dijajah Lagi : Kemerdekaan yang Terpasung






Baba Syem

Kemerdekaan yang Terpasung

72 tahun yang lalu
Saat semua asa tercerahkan
Ikrar kebebasan yang berkoar
Gaung rentetan wacana proklamasi membahana

72 tahun yang lalu
Sang simbol sejati berkibar di pucuk tiang
Dengan serentak jari menyentuh pelipis
Penghormatan akan kebebasan

72 tahun yang lalu
Tepat di hari ke-17 bulan Agustus
Derap langkah berpusat
Binar harapan yang tak lagi pudar

Ya, ini tepat tahun ke-72 kita merdeka
Kita bernama Republik Indonesia
Kita beragam tapi tetap satu Republik Indonesia

Merdeka tak sekadar kata tanpa makna
Merdeka tak sekadar ikrar lisan hampa
Merdeka bukanlah lagu yang hanya dinyanyikan
Ya, mestinya seperti itu

Namun apa?
Nyatanya,
Merdeka hanyalah huruf pembentuk kata
Merdeka hanyalah gerutu lisan
Merdeka hanyalah gubahan lagu tak bermakna
Ya, memang seperti itu

Kita bagai pagi tanpa embun
Bagai siang yang tak lagi terik
Seperti malam tanpa kerlip

Kita terbelenggu
Hak ini tak lagi milik kita
Kita kaku dalam lilitan kepalsuan yang mengatasnamakan Republik Indonesia

Kita sungguh terbelenggu
Hak terampas
Pribumi mengemis
Kita merdeka namun dalam pasungan

03 Agustus 2017
Karya: Baba Syem