Selasa, 22 Agustus 2017

Rg Bagus Warsono dalam Kita Dijajah Lagi : Cinta Anak-anak Indonesia




Cinta Anak-anak Indonesia

Cinta anak-anak Indonesia
Pada hari libur
Di Tawangmangu
Di jalan Karanganyar
Bukit menawan
Cinta anak-anak Indonesia kian memudar
Tak menyukai alam
Nyaris hilang dihati
Katanya lebih bagus Amerika , Singapur dan Bangkok.
Wayang itu menyebalkan
Batik norak
Reog kampungan
Becak hanyalah penistaan hidup
Lalu mereka menelusuri tembok cina
Memandang Liberty yang kecapaian
Mengusung obor padam
Mengagumi menara efiel
Katanya Borobudur itu biasa
Prambanan masa lalu
Hanya gedung tak ber-ruang
Dikenakannya kaos warna-warni
Liverpul, Zuventus, dan Milan
katanya,
Persib itu ketinggalan persija ayam kandang.
Idih keroncong
Menyanyi apa ‘ngglendeng’
Dangdut apalagi
lagu sedih tapi berjoget
Namun ketika anak-anak amerika bermain yoyo dan gasing
Cinta anak-anak Indonesia negeri kena batunya
Katanya pengecualian
Jadilah yoyo dan gasing berbatubaterai
Bukan Amerika, Cina-lah yang mengambil kesempatan
Merebut cinta anak-anak Indonesia.

Iwan Bonick dalam Kita Dijajah Lagi : 72 Tahun Republik Indonesia Merdeka




72 Tahun Republika Indonesia Merdeka

864 Bulan Negeri ini bercerita tentang Merdeka
3.456 Minggu suka duka Bangsa yang Merdeka

Entah berapa banyak kata Merdeka tertulis
Entah berapa banyak pekik Merdeka terucap
Ribuan ,jutaan ,milyaran ,trilyunan bahkan lebih

Namun kenapa
Masih ada tanya " Merdeka dari apa "
Masih ada pertanyaan " Merdeka untuk siapa "
Masih ada yang bertanya " siapa yang Merdeka "
Biarlah menjadi tanda tanya abadi
Di tanyakan lagi
Di pertanyakan lagi

Ketika kita lihat
Apa yang terjadi di Tanah Air Merdeka
Tanah tumpah darah rakyatnya
Airnya melimpah mahal harganya

Namun
Apapun yang terjadi
Kau tetap Indonesia yang Merdeka

Akan selalu tertulis kata Merdeka
Akan selalu ku teriakan
Merdeka
Merdeka
Merdeka

05 Agustus 2017
Kp Teluk Angsan


Iwan Bonick
Pedagang barang bekas di kampung Teluk Angsan Bekasi

Senin, 21 Agustus 2017

Marlin Dinamikanto dalam Kita Dijajah Lagi : Hanya Merdeka 20 % Saja





Hanya Merdeka 20 Persen Saja

Marlin Dinamikanto

Saatnya kita bergerak menguliti malam dengan beringas. Saat kedaulatan yang kita gagas ternyata hilang dirampas kawanan begal di tikungan sejarah yang kelam. Kita kasih gunung emas ke Freeport, kita kasih ladang-ladang minyak hitam ke Kaltex. Sudah itu mereka rampas hati dan pikiran kita, bertekuk lutut kepada ribuan tuan Kumpeni di seberang lautan sana.


Benar. Peradaban jalannya memang berkelok, menapak gunung dan ilalang. Kadang menanjak seketika menurun curam. Selalu ada bandit di sana. Membegal di setiap persimpangan sejarah. Acap kali pula diwarnai pertarungan berdarah-darah. Sesama kita bertikai karena hasutan para begal yang tahu kita punya penyakit gampang memuja kesadaran palsu yang dibela dengan sepenuh jiwa


Sebab selalu saja ada mata-mata bandit Kumpeni dalam rombongan yang katanya akan membawa kita ke sebuah kota yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Merekalah yang membegal jalan kita. Di tikungan sejarah kelam yang memori komputer pun enggan mengenang. Bahkan kosa kata itu kita biarkan mengelupas dari ingatan.


Tapi tentu saja, kawan. Kita tak bisa lagi menggunakan peta jalan yang lama. Terlebih ideologi kacamata kuda yang berjalan lempang. Determinan. Pasti akan menabrak dinding-dinding peradaban yang suka atau tidak suka dijaga oleh ribuan bandit Kumpeni yang menjaga habis-habisan kepentingannya. Tol laut tidak akan mudah membinasakan Singapura dan menggantikannya dengan Batam.


Kita memang negara Merdeka. Tapi tidak Merdeka 100 persen seperti kata Tan Malaka. Sebab era sesrawungan global sangat tidak memungkinkan siapapun negara berdaulat utuh tanpa keteguhan sikap dan jiwa. Negeri Paman Sam pun tidak merdeka 100 persen. Sebab kita hidup di lingkungan bangsa-bangsa manusia yang saling membutuhkan.


Tapi setidaknya Amerika Serikat dan banyak lagi negara merdeka di atas 70 persen. Tidak seperti kita. Hanya Merdeka 20 persen saja. Tidak percaya? Ayo hitung siapa penguasa tambang, mineral, perkebunan, keuangan, pabrik-pabrik dan lainnya. Mereka adalah ribuan kumpeni yang enggan tunduk kepada negara yang membatasi keserakahannya.


Kawan, saatnya kita bergerak menguliti malam dengan beringas. Tapi yang kita lawan bukan negara ini negara itu. Bukan bangsa ini bangsa itu yang acap mengecoh kita terbuai kesadaran palsu. Melainkan keserakahan ribuan Kumpeni yang menggurita, bahkan mungkin mereka sembunyi di balik kekuatan yang mengangkangi ratusan negara.


Soldaritas kita, sesama anak manusia yang tertindas di bumi yang sama. Satukan tekad : Ayo bergerak menguliti malam dengan sangat beringas. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung, kita berantas keserakahan ribuan Kumpeni yang sudah membelatung.
Martupat, 20 Agustus 2017