Rabu, 06 Juni 2012

KLIPPING BERITA DARI KOMPAS.COM. SERTIFIKASI DIBAWAH 2 DIREKTORAT, DITJEN PMPTK DIAPUS


JAKARTA, KOMPAS.com — Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam unjuk rasanya mengusulkan supaya dibentuk badan pengelolaan guru secara nasional yang bertanggung jawab secara langsung, bukan seperti keputusan pemerintah yang menempatkan penanganan guru di beberapa direktorat karena hanya akan menambah panjang rantai birokrasi dalam penanganan masalah guru.
Sertifikasi akan jalan terus di bawah dua Ditjen ini. Kita tidak akan mengurangi hak-hak para guru.
-- Muhadjir
Diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo di Jakarta, Selasa (11/5/2010), mengatakan, para guru kecewa dengan keputusan pemerintah yang melikuidasi Ditjen PMPTK. Menurut dia, persoalan guru harus ditangani secara serius oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan.
"Mulai hari ini para guru akan berunjuk rasa di Kemendiknas dan PGRI. Kami menuntut Ditjen PMPTK dikembalikan atau pembentukan badan guru secara nasional. Perjuangan ini supaya guru tidak lagi dipinggirkan seperti sebelum adanya UU Guru dan Dosen," jelas Sulistiyo.
Sementara itu, secara terpisah, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Pendidikan Nasional Muhadjir di Jakarta mengatakan, para guru tidak perlu khawatir dengan dihapuskannya Ditjen PMPTK. Sebab, kata Muhadjir, program sertifikasi guru akan terus berjalan, tunjangan jabatan dan tunjangan fungsional akan tetap seperti sediakala, termasuk tunjangan profesi para guru. Untuk itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Tidak ada yang diubah. Hanya, bagaimana caranya dibikin sekompak mungkin. Lebih sederhana, tetapi tujuannya untuk memudahkan, bukan menghilangkan," tambah Muhadjir.
Lebih lanjut, kata Muhadjir, penghapusan Ditjen PMPTK hanya dalam rangka melakukan reformasi organisasi di tubuh Kemendiknas, termasuk salah satunya dengan memecah Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) menjadi dua direktorat, yaitu Direktorat Pendidikan Dasar dan Direktorat Pendidikan Menengah.
"Demonstrasi ini untuk kepentingan siapa, harusnya juga dilihat dulu. Intinya, selama ini fungsi dan jaminan terhadap mereka sudah terwadahi atau belum?" ujarnya.
"Upaya kami ini justru untuk lebih memfokuskan guru untuk lebih diberdayakan dalam konteks komprehensif. Sertifikasi akan jalan terus di bawah dua ditjen ini. Kami tidak akan mengurangi hak-hak para guru," ujar Muhadjir.

PP 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Berikut sebagian bunyi PP 17 tahun 2010:
Pasal 69
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.

Pasal 70
(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan
peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.

Selasa, 05 Juni 2012

ANALISIS HASIL EVALUASI KENAPA GURU SUNGKAN MEMBUATNYA

oleh : masagus, guru sekolah dasar di Indramayu

Pada akhir tahun pembelajaran, evaluasi belajar siswa dilaksanakan. Contoh kecilnya adalah penilaian pada UKK (ujian kenaikan kelas). Saat inilah guru dapat melakukan nilai akhir siswa untuk menentukan seorang siswa dapat naik kelas atau tidak. Namun saat penilaian ini guru sering mengabaikan melaksanakan perbaikan pada siswa yang membutuhkan perbaikan.
    Dengan alasan sudah memenuhi kreteria naik kelas, atau sudah mencapai standar nilai minimal naik kelas, maka sudah saja guru melewatkan perbaikan. Belum lagi tampak guru sudah diadapkan pada pengisian  laporan pendidikan siswa (raport). Dan mungkin ada yang cepat-cepat ingin menyelesaikan semua tugas karena libur panjang di depan mata.
   Perbaikan atas evaluasi siswa penting dilakukan karena didalamnya terdapat kajian soal, yang mempelajari bobot soal satu per satu atas soal yang sudah dikerjakan siswa. Bisa saja soal dibuat oleh lain guru atau memesan di percetakan, atau dibuat di dalam gugus, sehingga boleh jadi belum atau terlewat diberikan pembelajarannya oleh guru bersangkutan.
   Untuk melaksanakan perbaikan diperlukan dimulai dari analisis hasil evaluasi siswa. Yang pertama diperatikan adalah meneliti lembar soal dengan melihat jumla soal, dari mulai model soal (pilian anda,isian,esai ,dsb.) ,bobot soal, dan tentu saja jumlah peserta yangmelaksanakan evaluasi itu (siswa).
   Analisis butir soal padukan dengan kompetensi yang ada di kurikulum sesuai denan kelasnya. Model soal mulailah dengan jumlah model yang ada dan yang lebih mudah dahulu, kemudian hitung jumla item soalnya. Sedang bobot soal biasa diberikan pada bentuk soal isian dan esai (uraian).
   Tentukan bobot sesuai dengan kehendak guru, yang penting jumlah bobot dari bobot mudah sampai sukar berjumlah 10 (jika menggunakan puluhan) atau 100 (jika menggunakan ratusan). Umpamanya soal mudah diberi bobot 1, soal sedang diberi bobot 2 dan soal sulit diberi bobot 3 atau 4. Jumlah kan bobot soal itu dari seluruh soal yang diberikan. Maka tidak menutup kemungkinan bobot soal dari seluruh soal, jumlahnya akan melebihi jumlah soal.
   Dari sini saja guru dapat menyimpulkan perolehan nilai siswa belum tentu memenuhi kompetansi yang diajarkan. Nilai kecil bukan berarti siswa tidak naik kelas, nilai besar bukan berarti telah memenuhi kreteria ketuntasan minimal (KKM).
   Di sinilah pentingnya analisis asil evaluasi, yang merupakan salah satu tugas guru yang harus dilaksanakan. Selanjutnya guru tinggal mengitung apakah siswa perlu melakukan perbaikan atau tidak. Jika dikehendaki melakukan perbaikan secara klasikal,misalnya, gunakan bahwa apabila 70 % jumlah bobot belum dicapai oleh 50 % jumlah siswa dalam 1 mata uji. Dan jika dikehendaki perbaikan secara satu persatu siswa,misalnya, gunakan bahwa apabila 70 % jumlah bobot belum dicapai oleh perolehan nilai siswa individu. Dari olah nilai itu  didapat  rata-rata kompetensi siswa dalam satu kelas di satu mata pelajaran.
    Ternyata menganalisis tidak begitu susah dilakukan. (bersambung).

    

Selasa, 29 Mei 2012

MUTU LULUSAN SMA/SMK CERMINAN MUTU GURU DI LEMBAGA PENDIDIKAN ITU

oleh : Agus Warsono

   Awal tahun ajaran adalah awal para orang tua menilai sekolah mana yang terbaik untuk menyekolahkan putra-putrinya. Sekolah favoriet belum tentu bakal menjamin    bermutu baik, begitu juga sekolah mahal. Sebaliknya sekolah non favoriet atau sekolah murah belum tentu siswanya tidak bermutu.
   Sekolah berpredikat ter-Akreditasi A, atau sekolah ber-Standar Nasional/Internasional bukan menjamin seluruh lulusannya dapat diterima di perguruan tinggi negeri. Sebaliknya sekolah biasa-biasa saja (SBBS) yang tanpa predikat bukan tidak mungkin mutu lulusanya menjadi baik. Semuanya terantung dari bagaimana pengelola pendidikan melakukan standar proses pembelajaran di sekolah itu dengan mengacu pada peningkatan mutu lulusan.
   Berkenaan dengan SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dapat disinilah sebuah lembaga pendidikan tingkat satuan pendidikan SMA/SMK/MA dipertaruhkan akan mutu lulusannya. Penulis tidak bermaksud menilai lembaga pendidikan mana yang terbanyak atau sedikit lulusannya diterima PTN (Perguruan Tinggi Negeri) namun menajak kepada masyarakat untuk pandai menilai bakal sekolah bagi putra-putrinya yang hendak ke SMA/SMK/MA. Sebab kini bukan hal baru bila masyarakat telah memiliki rasa kepentingan dan gengsi untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah faforiet.
    Perkembangan pendidikan kini telah menjadi industri pendidikan yang menawarkan berbagai fasilitas dan jaminan belajar di lembaga itu. Barbagai iming-iming ditawarkan dari mulai fasilitas sarana, sampai beasiswa. Namun jangan sampai terjebak, setelah anak kita masuk sekolah itu bukannya harapan yang didapat dari promosi sebelumnya, tetapi justru biaya pendidikannya yang mencekik leher.
   Kini masyarakat  harus mulai sadar dan dapat menilai sebuah lembaga pendidikan tingkat satuan pendidikan SMA/SMK/MA yang terbaik untuk putra-putri kita. Sebagai salah satu kreteria penilaian itu adalah melihat banyak atau tidaknya lulusan yang diterima di PTN secara rata-rata dan sederhana menilai. Sebab mutu lulusan SMA/SMK/MA merupakan mutu guru atau mutu lembaga sekolah itu bagaimana menjamin mutu lulusannya.
(bersambung)
Indramayu, 29 Mei 2012.

Selasa, 22 Mei 2012

DANAU KELIMUTU , ENDE NUSA TENGGARA TIMUR

Wisatawan menikmati pesona Danau Kelimutu di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Minggu (8/1/2012). Danau Kelimutu yang menawarkan keindahan alamnya masih menjadi daya tarik wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Pulau Flores.

Senin, 21 Mei 2012

HARI KEBANKITAN NASIONAL KE-104 , 20 MEI 2012

Foto bersama, saat setelah pertemuan Budi Oetomo 1908 di Jakarta.

TUGU KEBANGKITAN NASIONAL DI JAKARTA

Minggu, 20 Mei 2012

MEMAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL 20 MEI 2012

oleh : Agus Warsono, SPd.MSi
         (guru sekolah dasar di Indramayu)

   BICARA kebangkitan nasional berkaitan erat dengan bicara Pendidikan Karakter Bangsa yang konon oleh Kemendiknabud didengungkan dan bakan masuk dalam kurikulum sekolah. Demikian karena kebangkitan suatu bangsa terletak pada generasi mudanya. Dan generasi muda tentu terdapat pada generasi pelajar dan mahasiswa yang kelak akan merubah dalam meneruskan jalannya negara ini.
   Mungkin tak arif apabila menyalahkan kenapa, mengapa, bagaimana, kebangkitan   nasional yang telah berumur 104 tahun ini seakan para pemuda kita semenjak Kemerdekaan 1945 terlena dan hanya menikmati hasil pendalu kita. Walau tiap tahun diperingati yang tampak hanya slogan verbalis dan budaya peringatan ari besar yang diperingati tiap tahun.
     Demikian karakter bangsa ini secara umum  jika tak ada rasa senasib dalam kontek nasional, maka karakter bansa ini secara umum hanya mengikuti apa yang terjadi dan dialami dalam hidupnya. Mungkin kesadaran kebangkitan itu hanya terletak dalam diri dan keluarganya. Secara umum kebangkitan untuk negeri "apa kata nanti".
   Kemerdekaan yang diraih 17 Agustus 1945 sebenarnya adalah buah dari kebangkitan nasional pada 1908. Ini berarti baru setelah 37 tahun membuakan hasil dari cita-cita kebangkitan itu. Sedang kesadaran dari cita-cita kebangkitan itu muncul pada 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) setelah 20 tahun memupuk kesamaan pandangan dan kesamaan cita-cita.
    Kini kita hanya mengisi kemerdekan, yang dibutuhkan dalam nilai kebangkitan itu adalah mengisi kemerdekaan itu, mempertahankan kemerdekaan itu. Mengisi   kemerdekaan berarti pembangunan di segala bidang termasuk pembangunan karakter manusia. Dan mempertahankan kemerdekaan adalah menjaga keutuhan NKRI sebagai amanat pendahulu kita. Dua tugas ini yang jika diukur dengan perjuangan pahlawan kita dahulu masih belum ada apa-apanya. 

Rabu, 16 Mei 2012

Permendikbud 5 Tahun 2012

Lihat



SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan;
Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4941);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;


2
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan yang selanjutnya disebut Sertifikasi
adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru.
2. Guru dalam jabatan yang selanjutnya disebut Guru adalah guru yang telah diangkat menjadi guru sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada tanggal 30 Desember 2005.
3. Konsorsium Sertifikasi Guru yang selanjutnya disebut Konsorsium adalah tim pengendali mutu pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan.
4. Uji kompetensi awal adalah uji kompetensi untuk menguji penguasaan guru terhadap kompetensi profesional dan pedagogik, dan diperuntukan bagi guru yang akan mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan melalui pola pendidikan dan latihan profesi guru.
5. Pemberian sertifikat pendidik secara langsung adalah suatu pola sertifikasi guru dalam jabatan yang penilaiannya melalui dokumen portofolio.
6. Penilaian portofolio adalah salah satu pola sertifikasi guru dalam
jabatan yang penilaiannya melalui dokumen portofolio.
7. Pendidikan dan latihan profesi guru yang selanjutnya disebut PLPG adalah salah satu pola sertifikasi guru dalam jabatan yang penilaiannya melalui pengamatan, uji kinerja, dan ujian tulis.
8. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang
pendidikan dan kebudayaan.


3
Pasal 2
(1) Sertifikasi dilaksanakan melalui pola:
a. penilaian portofolio; b. pendidikan dan latihan profesi guru; c. pemberian sertifikat pendidik secara langsung; atau d. pendidikan profesi guru. (2) Pelaksanaan sertifikasi melalui pola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur lebih lanjut dalam pedoman yang ditetapkan oleh Konsorsium. (3) Pelaksanaan sertifikasi melalui pola sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.
Pasal 3
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) diikuti oleh guru
dengan ketentuan:
a. memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat
(D-IV); atau
b. belum memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dengan syarat:
1. mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman
kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai guru; atau
2. mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit
kumulatif setara dengan golongan IV-a.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan peserta sertifikasi guru selain sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam pedoman yang ditetapkan oleh Konsorsium.
Pasal 4
(1) Uji kompetensi awal diikuti oleh peserta sertifikasi yang:
a. memilih PLPG; b. tidak memenuhi syarat kelulusan penilaian portofolio; atau c. tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh sertifikat pendidik
secara langsung. (2) Uji kompetensi awal dikoordinasikan oleh Konsorsium. (3) Peserta yang lulus mengikuti uji kompetensi awal dapat mengikuti
PLPG. (4) Peserta yang tidak lulus uji kompetensi awal tidak dapat mengikuti sertifikasi tahun berjalan, dan dapat diusulkan menjadi peserta sertifikasi tahun berikutnya.


4
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi awal diatur dalam
pedoman yang ditetapkan oleh konsorsium.
Pasal 5
(1) Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik; b. pendidikan dan pelatihan; c. pengalaman mengajar; d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; e. penilaian dari atasan dan pengawas; f. prestasi akademik; g. karya pengembangan profesi; h. keikutsertaan dalam forum ilmiah; i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
(2) Sertifikasi melalui penilaian portofolio diperuntukkan bagi guru yang memenuhi batas minimal skor sebagaimana ditetapkan dalam pedoman.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penilaian portofolio
diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Konsorsium.
Pasal 6
(1) Guru dalam jabatan yang yang memenuhi syarat kelulusan penilaian
portofolio mendapat sertifikat pendidik. (2) Guru dalam jabatan yang tidak memenuhi syarat kelulusan penilaian
portofolio, dapat mengikuti PLPG apabila lulus uji kompetensi awal.
Pasal 7
Guru yang mengikuti PLPG harus menempuh:
a. pendalaman materi; b. lokakarya (workshop); c. praktik mengajar; dan d. uji kompetensi.


5
Pasal 8
(1) Guru yang lulus uji kompetensi PLPG sebagaimana dimaksud pada
Pasal 7 huruf d berhak mendapat sertifikat pendidik. (2) Guru yang tidak lulus uji kompetensi PLPG dapat mengikuti ujian ulang
paling banyak 2 (dua) kali. (3) Guru yang tidak lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan lagi menjadi peserta sertifikasi tahun berikutnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai PLPG diatur dalam pedoman yang
ditetapkan oleh Konsorsium.
Pasal 9
(1) Sertifikasi melalui pemberian sertifikat pendidik secara langsung
diperuntukkan bagi: a. guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik S-2 atau S-3 dari perguruan tinggi terakreditasi dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran yang diampunya dengan golongan paling rendah IV/b atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; b. guru yang sudah mempunyai golongan paling rendah IV/c, atau yang
memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/c. (2) Guru peserta sertifikasi melalui pemberian sertifikat pendidik secara langsung yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dapat mengikuti PLPG apabila lulus uji kempetensi awal. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian sertifikat pendidik secara
langsung diatur dalam pedoman yang ditetapkan oleh Konsorsium.
Pasal 10
(1) Sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri. (2) Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program studi kependidikan yang relevan dengan bidang studi atau mata pelajaran guru yang disertifikasi. (3) Perguruan tinggi penyelenggara Sertifikasi dapat didukung oleh perguruan tinggi yang memiliki program studi terakreditasi yang relevan dengan bidang studi atau mata pelajaran guru yang disertifikasi. (4) Penyelenggaraan Sertifikasi oleh perguruan tinggi dikoordinasikan oleh
Konsorsium yang ditetapkan oleh Menteri.


6
Pasal 11
(1) Perguruan tinggi penyelenggara Sertifikasi wajib melaporkan setiap perubahan berkenaan dengan peserta Sertifikasi kepada Konsorsium. (2) Perguruan tinggi penyelenggara Sertifikasi wajib melaporkan guru yang
sudah mendapat sertifikat pendidik kepada Konsorsium. (3) Konsorsium melaporkan guru yang sudah mendapat sertifikat pendidik
kepada Menteri. (4) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri atau
pejabat yang ditunjuk memberi nomor registrasi guru.
Pasal 12
(1) Menteri menetapkan kuota peserta Sertifikasi setiap tahun. (2) Penetapan kuota peserta Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan analisis data guru.
Pasal 13
(1) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV, sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) huruf b, berlaku dalam jangka waktu 5 tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. (2) Sertifikasi yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku juga untuk sertifikasi bagi pengawas satuan pendidikan selain guru yang diangkat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Pasal 14
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan dinyatakan tidak berlaku.


7
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 2012
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
MOHAMMAD NUH
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 20 Februari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 220
Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Dr. A. Pangerang Moenta,S.H., M.H., DFM NIP 196108281987031003

PESERTA DIDIK, SATUAN PENDIDIKAN, DAN TENAGA PENDIDIK

PEMAKAIAN GELAR DAN SINGKATAN NAMA GELAR

Banyak orang meributkan pemakaian gelar akademik dan singkatan gelar akademik, bahkan menjadi rancu ketika ada orang menggunakan nama gelar MH apakah ia S2 ilmu hukum atau disiplin ilmu lain karena kependekan kata H dalam gelar MH adalah Humaniora. Nah ada baiknya kita baca berikut ini agar menjadi jelas. SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 036/U/1993 TENTANG GELAR DAN SEBUTAN LULUSAN PERGURUAN TINGGI MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Bab VII Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi dipandang perlu menetapkan gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia : a. Nomor 44 Tahun 1974; b. Nomor 15 Tahun 1984, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1992; c. Nomor 64/M Tahun 1988; 4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan a. Nomor 0222c/0/1980 tanggal 11 September 1980; b. Nomor 0686/U/1991 tanggal 20 Desember 1991; Memperhatikan : 1. Surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 113 /D/T/1993 tanggal 25 Januari 1993; 2. Hasil Rapat Kerja Nasional Rektor /Ketua/Direktur Perguruan Tinggi Negeri dan Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan se Indonesia tanggal 18 sampai dengan tanggal 20 November 1992 di Jakarta. M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG GELAR DAN SEBUTAN LULUSAN PERGURUAN TINGGI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Gelar akademik adalah gelar yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik. 2. Sebutan profesional adalah sebutan yang diberikan kepada lulusan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional. 3. Sebutan profesi adalah sebutan yang diberikan kepada seseorang yang memiliki gelar akademik yang telah menyelesaikan program keahlian atau profesi bidang tertentu. 4. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. 5. Pendidikan profesional adalah pendidikan yang diarahkan pada kesiapan penerapan keahlian tertentu. 6. Program studi adalah kesatuan rencana belajar sebagai pedoman Penye - lenggaraan pendidikan akademik dan/ atau profesional yang diselengga- rakan atas dasar suatu kurikulum yang ditujukan agar mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan sasaran kurikulum. 7. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. Pasal 2 1). Penetapan jenis gelar akademik, sebutan profesional dan sebutan profesi didasarkan atas bidang keahlian. 2). Bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk gelar akademik merupakan program studi dan/atau pengelompokan program studi. 3). Bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk sebutan profesional merupakan program studi Pasal 3 1). Gelar akademik, sebutan profesional dan sebutan profesi yang diberi- kan kepada lulusan perguruan tinggi dicantumkan dalam ijazah. 2). Dalam ijazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan pula nama bidang keahlian dan program studi yang bersangkutan secara lengkap. BAB II GELAR AKADEMIK, SEBUTAN PROFESIONAL DAN SEBUTAN PROFESI Pasal 4 1). Yang berhak menggunakan gelar akademik adalah lulusan pendidikan akademik dari Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. 2). Yang berhak menggunakan sebutan profesional adalah lulusan Pendidi- kan profesional dari Akademi,Politeknik,Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. 3). Yang berhak memberikan sebutan profesi adalah seseorang yang memiliki gelar akademik dan telah menyelesaikan program keahlian atau profesi dalam bidang tertentu. Pasal 5 1). Yang berhak memberikan gelar akademik adalah Sekolah Tinggi,Institut atau Universitas yang memenuhi persyaratan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2). Yang berhak memberikan sebutan profesional adalah Akademi, Politeknik,Sekolah Tinggi,Institut dan Universitas yang memenuhi persyaratan,sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB III JENIS GELAR AKADEMIK Pasal 6 Gelar akademik terdiri atas Sarjana,Magister dan Doktor. Pasal 7 (1) Jenis gelar akademik Sarjana dan bidang keahlian serta singkatannya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. (2) Jenis gelar akademik Magister dan bidang keahlian serta singkatannya adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. (3) Jenis gelar akademik dan bidang keahlian serta singkatannya yang belum tercantum dalam Lampiran I dan II, akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pasal 8 Penggunaan gelar akademik dan bidang keahlian untuk Sarjana dan Magister dalam bentuk singkatan ditempatkan di belakang nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan. Pasal 9 Gelar akademik Doktor disingkat Dr. ditempatkan di depan nama yang berhak atas gelar yang bersangkutan. BAB IV JENIS SEBUTAN PROFESIONAL Pasal 10 Sebutan profesional terdiri atas sebutan profesional untuk lulusan Program Diploma dan sebutan profesional untuk lulusan Program Spesialis. Pasal 11 Penggunaan sebutan profesional dalam bentuk singkatan ditempatkan dibelakang nama yang berhak atas sebutan profesional yang bersangkutan. Pasal 12 (1) Sebutan profesional lulusan Program Diploma terdiri atas: 1. Ahli Pratama untuk Program Diploma I disingkat A.P. 2. Ahli Muda untuk Program Diploma II disingkat A.Ma. 3. Ahli Madya untuk Program Diploma III disingkat A.Md. 4. Ahli untuk Program Diploma IV disingkat A. (2) Sebutan profesional lulusan Program Spesialis terdiri atas Spesialis disingkat Sp untuk lulusan Program Spesialis I dan Spesialis Utama disingkat Sp.U untuk lulusan Program Spesialis II. (3) Singkatan sebutan profesional dan nama bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditempatkan di belakang nama yang berhak atas sebutan tersebut. (4) Bidang keahlian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah sama dengan nama program studi yang telah ditetapkan berdasarkan surat keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. BAB V JENIS SEBUTAN PROFESI Pasal 13 (1) Seorang Sarjana yang telah menyelesaikan program pendidikan keahlian untuk profesi tertentu,berhak menggunakan sebutan profesi. (2) Jenis sebutan profesi adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran III. (3) Jenis sebutan profesi dan bidang keahlian yang belum tercantum pada lampiran III akan diterapkan oleh Direktur Jenderal dengan memper- hatikan usul dan pertimbangan prganisasi profesi yang diakui Pemerintah. (4) Penggunaan sebutan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditempatkan setelah gelar akademik Sarjana. BAB VI SYARAT PEMBERIAN GELAR AKADEMIK DAN SEBUTAN PROFESIONAL Bagian Pertama Syarat Pemberian Gelar Akademik dan Sebutan Profesional Pasal 14 Syarat pemberian gelar akademik, sebutan profesional dan sebutan profesi adalah : 1. Telah menyelesaikan semua kewajiban dan/atau tugas yang dibebankan dalam mengikuti suatu program studi baik untuk pendidikan akademik maupun pendidikan profesional sesuai dengan ketentuan yang ber- laku; 2. Telah menyelesaikan kewajiban administrasi dan keuangan berkenaan dengan program studi yang diikuti sesuai ketentuan yang berlaku; 3. Telah dinyatakan lulus dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional. BAB VII GELAR DOKTOR KEHORMATAN Pasal 15 Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dapat diberikan kepada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan,teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan. Pasal 16 (1) Syarat bagi calon penerima gelar Doktor Kehormatan adalah: 1. Memiliki gelar akademik sekurang-kurangnya Sarjana. 2. Berjasa luar biasa dalam pengembangan suatu disiplin ilmu penge- tahuan,teknologi,kebudayaan,kemasyarakatan dan/atau kemanusiaan. (2) Syarat perguruan tinggi yang dapat memberikan gelar Doktor Kehormatan adalah universitas dan institut yang memiliki wewenang menyelenggarakan Program Pendidikan Doktor berdasarkan surat Keputusan Menteri. Pasal 17 (1) Pemberian gelar Doktor Kehormatan dapat diusulkan oleh senat fakultas dan dikukuhkan oleh senat universitas/institut yang memiliki wewenang. (2) Usul pemberian gelar Doktor Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diajukan oleh Rektor kepada Menteri dengan disertai pertim- bangan lengkap atas karya atau jasa yang bersangkutan,untuk memper- oleh persetujuan Menteri. (3) Usul dan pertimbangan pemberian gelar Doktor Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat rahasia. Pasal 18 (1) Pemberian gelar Doktor Kehormatan hanya dapat dilakukan apabila men- dapat persetujuan Menteri. (2) Pemberian gelar Doktor Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tatacara yang berlaku di Universitas/ institut yang bersangkutan. Pasal 19 Gelar Doktor Kehormatan, disingkat Dr (H.C) ditempatkan didepan nama penerima hak atas gelar tersebut. BAB VIII KETENTUAN LAIN Pasal 20 Perguruan Tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dibenarkan memberikan gelar akademik, sebutan profesional, sebutan profesi dan/atau gelar doktor kehormatan. Pasal 21 (1) Gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dicabut atau ditiadakan oleh siapapun. (2) Keabsahan perolehan gelar akademik dan/atau sebutan profesional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditinjau kembali karena alasan akademik. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Direktur Jenderal. Pasal 22 Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang tidak sesuai dengan Keputusan ini dikenakan ancaman pidana seperti dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 23 (1) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri digunakan sesuai pola dan cara pemakaian yang berlaku di negara yang bersangkutan dan tidak dibenarkan untuk di- sesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan profesional sebagaimana diatur dalam Keputusan ini. (2) Gelar akademik dan sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri perlu pengesahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (3) Gelar akademik dan sebutan profesional lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak dibenarkan untuk disesuaikan dan/atau diterjemahkan menjadi gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri. Pasal 24 Gelar akademik dan sebutan profesional yang dapat diberikan oleh pergu- ruan tinggi di lingkungan Departemen Pertahanan dan Keamanan ditetapkan dalam ketentuan tersendiri. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 (1) Gelar akademik dan sebutan profesional seperti diatur dalam Keputus- an ini berlaku sejak ditetapkan. (2) Gelar akademik yang diberikan oleh perguruan tinggi di dalam negeri sebelum Keputusan ini berlaku dapat tetap dipakai sebagaimana adanya. Pasal 26 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari 1993 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ttd. Fuad Hasan Salinan keputusan ini disampaikan kepada : 1. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 3. Semua Direktur Jenderal dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 4. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 5. Semua Sekretaris Direktorat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. 6. Semua Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Propinsi, 7. Semua Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, 8. Semua Rektor Universitas, Institut, Ketua Sekolah Tinggi, Direktur Akademi dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 9. Semua Kepala Biro, Inspektur, Direktur dan Kepala Pusat di ling- kungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 10. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi, 11. Komisi IX DPR-RI. Salinan sesuai dengan aslinya Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan Mardiah NIP : 130 344 753 LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 036/U/1993 TANGGAL 9 FEBRUARI 1993 JENIS GELAR AKADEMIK SARJANA --------------------------------------------------------------------- No. Kelompok Program Studi Gelar Akademik Singkatan Urut --------------------------------------------------------------------- 1. Sastra Sarjana Sastra S.S. 2. Hukum Sarjana Hukum S.H. 3. Ekonomi Sarjana Ekonomi S.E. 4. Ilmu Politik Sarjana Ilmu Politik S.IP 5. Ilmu Sosial Sarjana Ilmu Sosial S.Sos 6. Psikologi Sarjana Psikologi S.Psi 7. Kedokteran Sarjana Kedokteran S.Ked 8. Kesehatan Masyarakat Sarjana Kesehatan Masya- S.KM rakat 9. Kedokteran Gigi Sarjana Kedokteran Gigi S.KG 10. Pertanian Sarjana Pertanian S.P 11. Teknologi Pertanian Sarjana Teknologi Perta- S.TP nian 12. Peternakan Sarjana Peternakan S.Pt 13. Perikanan Sarjana Perikanan S.Pi 14. Kehutanan Sarjana Kehutanan S.Hut 15. Kedokteran Hewan Sarjana Kedokteran Hewan S.KH 16. Matematikan dan Ilmu Sarjana Sains S.Si Pengetahuan Alam 17. Teknik Sarjana Teknik S.T 18. Komputer dan Informatika Sarjana Komputer S.Kom 19. Seni Sarjana Seni S.Sn 20. Pendidikan Sarjana Pendidikan S.Pd 21. Agama Sarjana Agama S.Ag Daftar jenis gelar akademik Sarjana ini merupakan bagian yang tidak ter- pisahkan dengan Pasal 7 ayat (3) Keputusan ini. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ttd Fuad Hassan Salinan sesuai dengan aslinya Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan Mardiah NIP : 130 344 753 LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 036/U/1993 TANGGAL 9 FEBRUARI 1993 JENIS GELAR AKADEMIK MAGISTER ----------------------------------------------------------------------- N0. Kelompok Program Studi Gelar Akademik Singkatan Urut ----------------------------------------------------------------------- 1. Sastra Magister Humaniora M.Hum 2. Hukum Magister Humaniora M.Hum 3. Kajian Wanita Magister Humaniora M.Hum 4. Ekonomi Manajemen Magister Manajemen M.M. 5. Ekonomi lainnya Magister Sains M.Si 6. Ilmu Sosial dan Politik Magister Sains M.Si 7. Studi Wilayah Magister Sains M.Si 8. Ilmu Lingkungan Magister Sains M.Si 9. Ilmu Perpustakaan Magister Sains M.Si 10. Pengkajian Ketahanan Nasional Magister Sains M.Si 11. Sosiologi Magister Sains M.Si 12. Psikologi Magister Sains M.Si 13. Matematika dan Ilmu Penge- Magister Sains M.Si tahuan alam 14. Kesehatan Magister Kesehatan M.Kes 15. Kesehatan Masyarakat Magister Kesehatan M.Kes 16. Kedokteran Gigi Magister Kesehatan M.Kes 17. Pertanian Magister Pertanian M.P 18. Kedokteran Hewan Magister Pertanian M.P 19. Ilmu Ternak Magister Pertanian M.P 20. Penyuluhan Pembangunan Magister Pertanian M.P 21. Teknologi Pertanian Magister Pertanian M.P 22. Kehutanan Magister Pertanian M.P 23. Perikanan Magister Pertanian M.P 24. Teknik Magister Teknik M.T 25. Ilmu Komputer dan Informatika Magister Komputer M.Kom 26. Seni Magister Seni M.Sn 27. Pendidikan Magister Pendidikan M.Pd 28. Agama Magister Agama M.Ag Daftar jenis gelar akademik Magister ini merupakan bagian yang tidak pisahkan dengan Pasal 7 ayat (3) Keputusan ini. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ttd. Fuad Hasan Salinan sesuai dengan aslinya Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangnan, Mardiah NIP : 130 344 753 LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 036/U/1993 TANGGAL 9 FEBRUARI 1993 JENIS SEBUTAN PROFESI -------------------------------------------------------------- NO BIDANG KEAHLIAN SEBUTAN PROFESI -------------------------------------------------------------- 1. Kedokteran Dokter 2. Farmasi Apoteker 3. Ekonomi Akuntan 4. Kedokteran Hewan Dokter Hewan 5. Kedokteran Gigi Dokter Gigi 6. Psikologi Psikologi 7. Hukum Notaris, Pengacara 8. Arsitektur Arsitek Daftar Jenis Sebutan Profesi ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Pasal 13 ayat (3) Keputusan ini. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ttd. Fuad Hasan Salinan sesuai dengan aslinya Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangnan, Mardiah NIP : 130 344 753


CAMAT PASEKAN INDRAMAYU BANTU SISWA YATIM PIATU


Camat Pasekan Kab. Indramayu , Iskandar, SH, pada 15 Mei 2012, di sela-sela kesibukannya sebagai Camat Pasekan menyempatkan diri untuk mendatangi anak yatim piatu yang saat ini menjadi siswa SD di beberapa SD di kecamatan Pasekan.
    Camat yang dikenal perhatian kepada siswa miskin ini selain bertanya jawab dengan siswa yatim piatu juga  berkesempatan membagi-bagikan uang saku siswa yatim-piatu dan siswa dari keluarga miskin, sebagai ujud kepedulian sosial dan rasa menghargai masyarakat miskin di Pasekan.
     Dalam kesempatan pemberian uang saku siswa yatim/piatu dan siswa miskin di SDN Brondong 1 , Beliau berharap agar siswa miskin ini mendapat perhatian khusus dari guru/sekolah. Beliau juga sempat menanyakan kepada siswa yatim- piatu sejau mana tentang kesulitan belajar. Ia memberi semangat kepada siswa penerima uang saku itu agar rajin belajar dan tidak tertinggal belajar karena keterbatasan dan memberi semangat untuk tidak minder dengan teman-teman lainnya.
     Kegiatan Camat Pasekan ini dilakukannya setiap tahun sekali dan pada kesempatan ini  beliau  didampingi Pengawas TK,UPTD Pendidikan Kec. Pasekan, Taufiq Ibrahim  dari kantor UPTD Pendidikan Pasekan.
     Pemberian uang saku belajar dari pejabat pemerintaan seperti Camat Pasekan ini patut dijadikan suri tauladan yang  diarapkan dapat diikuti oleh pejabat lainnya dan masyarakat mampu lainnya. 

Senin, 14 Mei 2012