Sabtu, 21 April 2018

Sami’an Adib dalam Menunggu Badai Berlalu



Sami’an Adib

Menunggu Badai Berlalu

aku baru sadar kalau hidup di negeri ilusi
konon tanahnya subur yang diidamkan petani
yang hobi menggemburkan tanah semaian mimpi
sepanjang penantian musim panen yang tak kunjung sampai

aku baru sadar kalau hidup di negeri euforia
setiap diri berharap histeria tepukan semata
pemuka agama bangga didapuk menjadi politisi
politisi sibuk merancang misi membangun citra diri
penguasa gemar mengasah taktik menjadi pengusaha
pengusaha menguras bumi demi membangun istana
selebritis tak pernah berhenti mencipta sensasi
membeli palu pengadilan yang beralih fungsi
menjadi barang komoditi bernilai tinggi

yang kutahu sampai kini, aku hidup di negeri kutukan
bersama Malin Kundang yang durhaka pada ibunya
juga Rara Jonggrangyang jitu tipumuslihatnya
atau aku yang terkutuk menjadi seonggok piala
yang diperebutkan para kontestan pemburu tahta

aku tak tahu sampai kapan leluconini akan berlalu
menertawakan semua kenangan pilu paling ngilu
sementara orang-orang sudah tak sabar menunggu
kumandang melodi syahdu: badai pasti berlalu

Jember, 2018

Riwayat Negeriku

entah mengapa  riwayat yang kucatat tak tamat-tamat
selalu sajaserangkaian hikayat lain datang berkelebat
tentang arogansi aparat
tentang pola korup pejabat
tentang khianat wakil rakyat
tentang sadisme para sindikat
tentang hukum berwajah syahwat
tentang pasien melarat yang sekarat
tentang lunturnya harmonisasi kerabat
tentang nurani yang tergerus dan berkarat
yang semua bermula dari nafsu dan pola pikir sesat
abai pada peringatan Tuhan betapa kiamat sudah dekat
duh Gusti! beri aku kemampuan menuntaskan ini riwayat

Jember, 2017
















Biografi Singkat:
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Alumni Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember. Antologi puisi bersama antara lain: Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013),  Cinta Rindu dan Kematian (Coretan Dinding Kita, Jakarta, 2013), Ensiklopegila Koruptor, Puisi Menolak Korupsi 4 (Forum Sastra Surakarta, 2015), Kata Cookies pada Musim (Rumah Budaya Kalimasada Blitar, 2015),Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa (Universitas Jember, Jember, 2015), Kalimantan Rinduku yang Abadi (Disbudparpora Kota Banjarbaru-Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, 2015), Memo Anti Terorisme (Forum Sastra Surakarta, 2016), Lumbung Puisi IV: Margasatwa Indonesia (2016), Ije Jela Tifa Nusantara 3 (2016), Seberkas Cinta (Nittramaya, Magelang, 2016), Malam-malam Seribu Bulan (FAM Publishing, Kediri, 2016),  Requiem Tiada Henti (Dema IAIN Purwokerto, 2017),  Negeri Awan (DNP 7, 2017),  Lumbung Puisi V: Rasa Sejati (2017), PMK 6 (2017), Lebih Baik Putih Tulang daripada Putih Mata (2017), Lumbung Puisi VI:Rasa Sejati (2017), Menderas Sampai Siak (2017), Timur Jawa: Balada Tanah Takat (2017), Hikayat Secangkir Robusta (Krakatau Awards 2017), Perjalanan Sunyi (Jurnal Poetry Prairie 2017), Pengampunan (Jurnal Poetry Prairie 2017), Petualangan (Jurnal Poetry Prairie 2017), dan lain-lain. Aktivitas sekarang sebagai tenaga pendidik di sebuah Madrasah Ibtidaiyah di Jember.

Puisi Fahad Fajri dalam Penyair abal-abalan



Puisi Fahad Fajri

Penyair abal-abalan

Kata ibu, aku kecil bercita-cita terserah tuhan
Melamun adalah kegemaran, kujawab spontan
Sadar duduk dalam ruang ilmu pemerintahan
Berkegiatan acak tanpa disiplin jurusan
Isi kepala berkata berdagang biar dapat uang sungguhan
Orang bilang jangan, mending masuk partai keagamaan
Karena berkah dan di surga banyak kenalan
Tapi hati kaget berdebar-debar
Oh, inikah namanya menjadi penyair abal-abalan, tuhan

Karawang, april 2014

Fahad Fajri lahir di Karawang, 28 januari 1996 saat orang-orang sibuk bersantap sahur pada bulan Ramadhan, aku keluar dengan tangis uring-uringan. Sekarang aktif sebagai mahasiswa UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG program studi Ilmu Pemerintahan.

Rizqy Fajarreza dalam "Negriku didalam Televisi"



"Negriku didalam Televisi"
Hahihi 2x
Itulah suara negeriku.....
Seperti Bernad Bear yang selalu menertawakan dirinya
Negeriku Lucu
Selalu diam tanpa ada perlawanan
Walaupun didepan mata ada penindasan
Seperti Mr.Bean yang selalu diam membisu dan membatu

Negeriku Menakutkan..
Mempunyai senjata keramat yang terbuat rintihan kertas
Sehingga perlawanan dan penindasan di terkam
Senjata itu keluar dari kantong doraemon yaitu...
Amplop ajaib......  haha 2x
 jatibarang, april 2018

Rizqy Fajarreza, Lahir di Indramayu 31 Januari 1997, tinggal di desa bulak lor kecamatan jatibarang kabupaten indramayu, semenjak Kelas 2 SMA Saya Sudah Menulis Puisi.