Jumat, 20 April 2018

Miftahur Rahim dalam INDONESIA KATANYA LUCU



Miftahur Rahim

INDONESIA KATANYA LUCU

Inilah Negeri Indonesia
Yang sepertinya
Kalian juga tau itu semua
Inilah Indonesia kita
Yang katanya menawan
Namun dia menyedihkan
Serupa inikah Indonesia
Mengapa seperti ini kuberkata
Karena sekarang aku sedang diancam oleh fakta
Kau sebut aku pecundang
Ketika kau lihat aku sedang bekerja di ladang
Kau sebut aku pecundang
Saat meneteskan keringat hanya untukku makan
Kau tak terima
Rezeki halal yang kudapatkan ini
Lebih berkah ketimbang jutaan proposal yang kau sodorkan
Kau sebut aku tak beradab
Saat kumencari hutang
Untuk pajak-pajak yang rajin kubayarkan
Kau sebut aku khianat
Saat kubercerita
Soal hukum yang sekarang tak berguna
Ia meringkus kaum-kaum lemah
Namun, menghamba pada konglomerat yang sekarang beranak-pinak
Lantas kau akan sebut aku apa
Jika aku berdiri di sini
Mengucapkan apa yang kudapat
Dari semua kejanggalan di tanah ini
Saat perjalanan Kajen-Sokopuluhan, 31 Maret 2018, di penghujung petang.

Miftahur Rahim (Mast Oim), seorang penyuka sastra dari Pati. Karya-karyanya pernah mengikuti beberapa antologi puisi, diantaranya Santri Kajen Tolak Korupsi (2016), Ramadhan (2017)

Wadie Maharief DialogAngin



Wadie Maharief

DialogAngin

Menurut ramalan, panas cuaca hari ini
Akan mencapai 33 derajat celcius
jarum jam menunjuk angka  10.15
ketika aku menatap ke tembok
meski sudah sarapan
tapi belum mandi pagi
apakah kau ingat bau keringatku?

Aku baca sebuah berita
Headline surat kabar mainstream
Yang sejak kalah bersaing dengan media social
Kini berita-beritanya makin tendensius
Dan asal kritik
Ada berita wakil rakyat minta mantan napi koruptor
Masih boleh ikut pemilu
Ada saling caci maki menjatuhkan lawan politik
Dan rakyat cuma bisa plongo-plongo
Dibohongi dengan janji-janji?

cuaca di negeri ini pun ikut berpolitik
tampaknya mendung tapi sumuk dan gagal hujan
bermacam polusi membuat gampang menyulut emosi
rakyatnya mudah dibakar kayak lalang
hatinya gersang, otaknya meradang
susah cari tempat yang tenang
kecuali di komplek kuburan
di bawah deretan pohon kamboja yang malang
berdialog dengan angin
sambil menghitung hutang….?

---- Yogya 10 April 2018


Syaiful B. Harun dalam Sebentar Merah



Syaiful B. Harun

Sebentar Merah

Hijau menyala :
Roda-roda dua melaju
Melewati garis hitam-putih
Seperti berlomba

Kuning menyala :
Roda-roda dua berlomba
Adu cepat, salib-menyalib
Melewati garis hitam-putih
Daripada menanti dua menit

Sebentar merah :
Roda-roda dua berpacu
Sekencang-kencangnya
Dari gigi satu lompat ke gigi tiga
Gedubraaak! Di garis hitam-putih
Dua gigi berlompatan di jalan

Palembang, 2018