Selasa, 31 Juli 2018

Pencakar Langit Masyono Bunergis Muryono.

Membaca puisi penyair ini, adalah membaca (seakan) membaca diri. penuh nasehat dan petuah. Seakan teman selagi gundah gulana atau tengah murung. Ibarat jamu, antologi ini penyegar rasa sekaligus penyembuh lara. Bacaan yang enak dibaca, Puisi-puisinya tampak bermakna, ringan namun bernas, seringan antologi yang dapat dibawa kemana-mana.


Mari kita sorot Hujan. Sebagaimana tempat tingal penyair ini, Bogor identik dengan hujan dan Indramayu identik dengan kemarau. Bogor adalah kota paling banyak memperoleh hari hujan terbanyak dalam setahun di Indonesia. sedang desa yang tidak pernah diberi hujan adalah di desa Belik di Pemalang Jawa Terngah. Entah karena apa dua tempat ini yang satu mendapat curah hujan terbanyak dalam setahun dan yang lain tidak sama sekali, yang jelas disinilah keagungan Allah di alam Nusantara ini.

Hujan

//Aku bicara pada langit
diam
kilat menggeliat diiringi guruh
aku mengguman pada langit
termenung
seiring mendung bergulung disapu angin
ledakan halilintar menggeliatkan pecahan cahaya angkasa
raya
hujan
sapaku perlahan.....//

Goresan tangan Mas Yono Buanergis Muryono meyakinkan sebagai penyair profesional dengan pilihan diksi yang indah dan tatanan bahasa yang apik. Dan ini menunjukan mutu bahwa puisi tidak ditulis sembarangan seperti penyair yang memiliki omong besar tetapi karyanya tak bermutu. Mas Yono Buanergis Muryono memintal dan merajut benang kata-kata dengan apik dan indah, ia penyair sesungguhnya.
(bersambung)