Berdasarkan dari bentuknya puisi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
Puisi Naratif , yaitu bentuk puisi yang bernarasi atau bercerita. Biasanya merupakan penjelasan panjang dari penyair tentang sebuah masalah atau tema tertentu. Puisi naratif ada yang dikemas dengan sederhana, ada juga yang sugestif dan rumit. Contohnya adalah epic, romansa, balada, dan syair.
Puisi Lirik, berbeda dengan puisi naratif yang cenderung berupa penjelasan panjang tentang tema tertentu, puisi lirik berisi luapan batin individual penyairnya. Contohnya adalah elegi, ode, dan serenade.
Puisi Deskriptif, yaitu bentuk puisi dimana penyair berperan sebagai orang yang menggambarkan sebuah kesan terhadap kejadian tertentu. Contohnya adalah satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
Puisi Kamar, adalah puisi yang cocok dibacakan didalam ruangan yang pendengarnya hanya sang penyair saja dan seseorang (ruangan kecil).
Puisi Auditorium, adalah puisi yang cocok dibacakan untuk pertunjukkan dengan penonton yang banyak (ruangan besar)
Puisi Fisikal, yaitu bentuk puisi yang bersifat realistis (menggambarkan apa adanya).
Puisi Platonik, yaitu puisi yang bersifat spiritual atau kejiwaan.
Puisi Metafisikal, yaitu puisi yang bersifat filosofis dan tujuannya untuk mengajak pembaca (atau pendengarnya) untuk merenungkan tentang kehidupan dan ketuhanan.
Puisi Subyektif, bentuk puisi yang mengedepankan gagasan dan ide dalam diri sang penyair.
Puisi Obyektif, kebalikan dari puisi subyektif, dimana penyair mengedepankan perasaan di luar dirinya sendiri.
Puisi Konkret, yaitu bentuk puisi yang bersifat visual, puisi ini menjadikan typografi sebagai salah-satu hal yang penting dalam puisi.
Puisi Diafan, bentuk puisi yang sangat sedikit mengandung imajinasi. Puisi ini akan sangat mirip bahasanya dengan bahasa sehari-hari.
Puisi Gelap, yaitu puisi yang menggunakan terlalu banyak pengumpamaan dan simbol-simbol sehingga sangat sulit untuk dipahami maknanya.
Puisi Prismatis, yaitu puisi yang menyelaraskan kemampuan menciptakan majar. Dilakukan dengan menyusun pemilihan kata dan majas sedemikian rupa sehingga makna puisi tidak terlalu mudah dan tidak terlalu gelap juga untuk ditangkap oleh pembaca.
Pernasian, bentuk puisi yang mengedepankan nilai keilmuan. Karena itu, puisi bukan berasal dari proses imajinatif.
Puisi Inspiratif, bentuk puisi dimana penyair benar-benar memasuki alam imajinasinya. Suasana batin si penyair benar-benar menjadi inspirasi dari puisi inspiratif.
Puisi Demonstrasi, yaitu puisi yang memiliki gaya demonstrasi. Gaya paradoks dan ironi akan banyak digunakan dalam puisi ini, serta kata-kata yang menyulut semangat.
Puisi Pamflet, sama seperti puisi demonstrasi (dalam hal mengungkapkan protes sosial), hanya saja gaya bahasa yang digunakan adalah untuk mengungkapkan perasaan tidak puas akan keadaan. Akan terdapat banyak kata-kata tabu dalam puisi rendra yang gunanya untuk mengkritik suatu pihak.
Alegori, jenis puisi yang berisi cerita yang gunanya untuk menasehati tentang budi pekerti atau ajaran agama. Jenis puisi alegori yang terkenal adalah prable, yang dalam bahasa Indonesia berarti perumpamaan.
Akhirnya, itulah pengertian dan jenis puisi dari Om. Apa kalian sudah menemukan apa yang kalian sebut indah? Kalau belum, semoga kalian cepat menemukannya. Tentu saja dengan banyak membaca puisi dari berbagai sumber zaman, periode, atau bentuk.
Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang masih terikat pada beberapa aturan, misalnya jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakannya (rima), banyak suku kata di setiap baris, dan iramanya. Biasanya berupa puisi rakyat yang disampaikan melalui cerita mulut ke mulut, atau sederhananya, puisi lama berbentuk sastra lisan.
Ada beberapa jenis dari puisi lama, antara lain:
Mantra, berbentuk perkataan atau ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Biasanya digunakan sebagai mendia do’a untuk meminta kesembuhan, kekuasaan, kecelakaan, dan lain-lain.
Pantun, berbentuk persajakan dengan rima a-b-a-b, tiap bait terdiri dari 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, baris 1 dan 2 sebagai sampiran, 3 dan 4 sebagai isi.
Karmina, bentuknya sama seperti pantun, hanya saja karmina lebih pendek.
Seloka, berbentuk pantun berkait.
Gurindam, berbentuk persajakan dengan rima a-a-a-a. tiab bait terdiri dari 2 baris dan biasanya berisi tentang nasihat.
Syair, sama seperti gurindam, hanya saja tiap bait terdiri dari 4 baris.\
Talibun, berbentuk pantun genap yang terdiri dari 6,8, atau 10 baris.
Puisi Baru
Puisi baru adalah bentuk puisi yang tidak terikat pada terlalu banyak aturan, sehingga lebih bebas dari puisi lama. Baik dari segi jumlah baris, suku kata, persajakan, dan lain-lain. Puisi baru biasanya ditulis dalam bentuk rapi (simetris), persajakan akhir yang teratur, beberapa masih menggunakan pola sajak pantun dan syair walaupun sudah disisipkan pola yang lain, sebagian besar terdiri dari 4 larik, tiap-tiap barisnya merupakan sebuah gatra, dan tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar, terdiri dari 4-5 suku kata).
Puisi baru dibagi menjadi beberapa sub-bagian. Antara lain, berdasarkan isinya dan berdasarkan bentuknya.Berdasarkan isinya, puisi baru dibedakan menjadi balada, Himne, Ode, Epigram, Romance, Elegi, dan Satire. Berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi Distikon, Terzina, Quatrain, Quint, Sektet, Septime, Oktaf / Stanza, dan Soneta. Mengenai bentuk puisi baru ini mungkin akan Om berikan di lain waktu dalam undangan khusus ya.
A.PENGERTIAN
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris
2. Jumlah baris dalam 1 bait
3. Persajakan (rima)
4. Banyak suku kata tiap baris
5. Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Contoh Puisi LAMA:
Saat di meja makan pertama:
muncul seribu bayangan duka
banyak yang berlalu, pagi itu
orang masih mabuk dengan impiannya
Dari radio keluar berita-berita basi, naiknya harga-harga
Bukan itu yang disebut perubahan!
“dimanakah sebernarnya keindahan bersemayam?”
Saat di meja makan kedua :
kesepian menekan tiba-tiba
ada jerit dari lorong tak bertepi
maka hidup hanya sebuah perjalanan lurus, tak berjiwa
bukan pengembaraan, bukan petualangan
:meneruskan yang sudah ada
padahal hidup berjalan ke depan
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
1. MANTRA
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. (ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib).
CIRI - CIRI MANTRA:
a. Mengandung rima dan irama.
b. Mengandung kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2.GURINDAM
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
CIRI-CIRI GURINDAM:
a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
b. Berasal dari Tamil (India)
c. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI – CIRI SYAIR :
a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran
e. Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
4.PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Umumnya terdiri dari 4 kata perbaris
7. Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
5.KARMINA
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
CIRI - CIRI KARMINA :
1. Terdiri dari 2 baris 1 bait
2. Bersajak a - a
3. Baris 1 sampiran, baris 2 isi
4. Umumnya berisi sindiran
Contoh:
*)Sudah gaharu cendana pula (a)
Sudah tahu bertanya pula (a)
**) Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
GURINDAM DUA BELAS
karya: Raja Ali Haji
Satu
Ini Gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.
Dua
Ini Gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
Tiadalah ia menyempurnakan janji.
Tiga
Ini Gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
Sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
Khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
Niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
Daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
Daripada berjaian yang membawa rugi.
Empat
Ini Gurindam pasal yang keempat:
Hati itu kerajaan di daiam tubuh,
Jikalau zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
Datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
Di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda orang yang amat celaka,
Aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
Itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
Janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
Mulutnya itu umpama ketor.
Di mana tahu salah diri,
Jika tidak orang lain yang berperi.
Lima
Ini Gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenai orang berbangsa,
Lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Enam
Ini Gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
Yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan ‘abdi,
Yang ada baik sedikit budi,
Tujuh
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat honar.
Delapan
Ini Gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
Orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
Daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
Biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
Setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
Kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
Keaiban diri hendaklah sangka.
Sembilan
Ini Gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,
Bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
Itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
Di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
Di situlah syaitan tempat bergoda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
Di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
Syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
Dengan syaitan jadi berseteru.
Sepuluh
Ini Gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
Supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
Supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
Supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan kawan hendaklah adil,
Supaya tangannya jadi kapil.
Sebelas
Ini Gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
Jangan memalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.
Duabelas
Ini Gurindam pasal yang kedua belas:
Raja mufakat dengan menteri,
Seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
Tanda jadi sebarang kerja.
Hukum ‘adil atas rakyat,
Tanda raja beroleh ‘inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
Tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
Tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
Itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.
Tamatlah Gurindam yang duabelas pasal yaitu karangan kita Raja Ali Haji pada tahun Hijrah Nabi kita seribu dua ratus enam puluh tiga likur hari bulan Rajab Selasa jam pukul lima, Negeri Riau, Pulau Penyengat.
Puisi Naratif , yaitu bentuk puisi yang bernarasi atau bercerita. Biasanya merupakan penjelasan panjang dari penyair tentang sebuah masalah atau tema tertentu. Puisi naratif ada yang dikemas dengan sederhana, ada juga yang sugestif dan rumit. Contohnya adalah epic, romansa, balada, dan syair.
Puisi Lirik, berbeda dengan puisi naratif yang cenderung berupa penjelasan panjang tentang tema tertentu, puisi lirik berisi luapan batin individual penyairnya. Contohnya adalah elegi, ode, dan serenade.
Puisi Deskriptif, yaitu bentuk puisi dimana penyair berperan sebagai orang yang menggambarkan sebuah kesan terhadap kejadian tertentu. Contohnya adalah satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionitik.
Puisi Kamar, adalah puisi yang cocok dibacakan didalam ruangan yang pendengarnya hanya sang penyair saja dan seseorang (ruangan kecil).
Puisi Auditorium, adalah puisi yang cocok dibacakan untuk pertunjukkan dengan penonton yang banyak (ruangan besar)
Puisi Fisikal, yaitu bentuk puisi yang bersifat realistis (menggambarkan apa adanya).
Puisi Platonik, yaitu puisi yang bersifat spiritual atau kejiwaan.
Puisi Metafisikal, yaitu puisi yang bersifat filosofis dan tujuannya untuk mengajak pembaca (atau pendengarnya) untuk merenungkan tentang kehidupan dan ketuhanan.
Puisi Subyektif, bentuk puisi yang mengedepankan gagasan dan ide dalam diri sang penyair.
Puisi Obyektif, kebalikan dari puisi subyektif, dimana penyair mengedepankan perasaan di luar dirinya sendiri.
Puisi Konkret, yaitu bentuk puisi yang bersifat visual, puisi ini menjadikan typografi sebagai salah-satu hal yang penting dalam puisi.
Puisi Diafan, bentuk puisi yang sangat sedikit mengandung imajinasi. Puisi ini akan sangat mirip bahasanya dengan bahasa sehari-hari.
Puisi Gelap, yaitu puisi yang menggunakan terlalu banyak pengumpamaan dan simbol-simbol sehingga sangat sulit untuk dipahami maknanya.
Puisi Prismatis, yaitu puisi yang menyelaraskan kemampuan menciptakan majar. Dilakukan dengan menyusun pemilihan kata dan majas sedemikian rupa sehingga makna puisi tidak terlalu mudah dan tidak terlalu gelap juga untuk ditangkap oleh pembaca.
Pernasian, bentuk puisi yang mengedepankan nilai keilmuan. Karena itu, puisi bukan berasal dari proses imajinatif.
Puisi Inspiratif, bentuk puisi dimana penyair benar-benar memasuki alam imajinasinya. Suasana batin si penyair benar-benar menjadi inspirasi dari puisi inspiratif.
Puisi Demonstrasi, yaitu puisi yang memiliki gaya demonstrasi. Gaya paradoks dan ironi akan banyak digunakan dalam puisi ini, serta kata-kata yang menyulut semangat.
Puisi Pamflet, sama seperti puisi demonstrasi (dalam hal mengungkapkan protes sosial), hanya saja gaya bahasa yang digunakan adalah untuk mengungkapkan perasaan tidak puas akan keadaan. Akan terdapat banyak kata-kata tabu dalam puisi rendra yang gunanya untuk mengkritik suatu pihak.
Alegori, jenis puisi yang berisi cerita yang gunanya untuk menasehati tentang budi pekerti atau ajaran agama. Jenis puisi alegori yang terkenal adalah prable, yang dalam bahasa Indonesia berarti perumpamaan.
Akhirnya, itulah pengertian dan jenis puisi dari Om. Apa kalian sudah menemukan apa yang kalian sebut indah? Kalau belum, semoga kalian cepat menemukannya. Tentu saja dengan banyak membaca puisi dari berbagai sumber zaman, periode, atau bentuk.
Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang masih terikat pada beberapa aturan, misalnya jumlah kata dalam satu baris, jumlah baris dalam satu bait, persajakannya (rima), banyak suku kata di setiap baris, dan iramanya. Biasanya berupa puisi rakyat yang disampaikan melalui cerita mulut ke mulut, atau sederhananya, puisi lama berbentuk sastra lisan.
Ada beberapa jenis dari puisi lama, antara lain:
Mantra, berbentuk perkataan atau ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Biasanya digunakan sebagai mendia do’a untuk meminta kesembuhan, kekuasaan, kecelakaan, dan lain-lain.
Pantun, berbentuk persajakan dengan rima a-b-a-b, tiap bait terdiri dari 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, baris 1 dan 2 sebagai sampiran, 3 dan 4 sebagai isi.
Karmina, bentuknya sama seperti pantun, hanya saja karmina lebih pendek.
Seloka, berbentuk pantun berkait.
Gurindam, berbentuk persajakan dengan rima a-a-a-a. tiab bait terdiri dari 2 baris dan biasanya berisi tentang nasihat.
Syair, sama seperti gurindam, hanya saja tiap bait terdiri dari 4 baris.\
Talibun, berbentuk pantun genap yang terdiri dari 6,8, atau 10 baris.
Puisi Baru
Puisi baru adalah bentuk puisi yang tidak terikat pada terlalu banyak aturan, sehingga lebih bebas dari puisi lama. Baik dari segi jumlah baris, suku kata, persajakan, dan lain-lain. Puisi baru biasanya ditulis dalam bentuk rapi (simetris), persajakan akhir yang teratur, beberapa masih menggunakan pola sajak pantun dan syair walaupun sudah disisipkan pola yang lain, sebagian besar terdiri dari 4 larik, tiap-tiap barisnya merupakan sebuah gatra, dan tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar, terdiri dari 4-5 suku kata).
Puisi baru dibagi menjadi beberapa sub-bagian. Antara lain, berdasarkan isinya dan berdasarkan bentuknya.Berdasarkan isinya, puisi baru dibedakan menjadi balada, Himne, Ode, Epigram, Romance, Elegi, dan Satire. Berdasarkan bentuknya, dibedakan menjadi Distikon, Terzina, Quatrain, Quint, Sektet, Septime, Oktaf / Stanza, dan Soneta. Mengenai bentuk puisi baru ini mungkin akan Om berikan di lain waktu dalam undangan khusus ya.
A.PENGERTIAN
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris
2. Jumlah baris dalam 1 bait
3. Persajakan (rima)
4. Banyak suku kata tiap baris
5. Irama
Ciri puisi lama:
Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Contoh Puisi LAMA:
Saat di meja makan pertama:
muncul seribu bayangan duka
banyak yang berlalu, pagi itu
orang masih mabuk dengan impiannya
Dari radio keluar berita-berita basi, naiknya harga-harga
Bukan itu yang disebut perubahan!
“dimanakah sebernarnya keindahan bersemayam?”
Saat di meja makan kedua :
kesepian menekan tiba-tiba
ada jerit dari lorong tak bertepi
maka hidup hanya sebuah perjalanan lurus, tak berjiwa
bukan pengembaraan, bukan petualangan
:meneruskan yang sudah ada
padahal hidup berjalan ke depan
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
1. MANTRA
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. (ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib).
CIRI - CIRI MANTRA:
a. Mengandung rima dan irama.
b. Mengandung kekuatan gaib.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2.GURINDAM
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
CIRI-CIRI GURINDAM:
a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
b. Berasal dari Tamil (India)
c. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI – CIRI SYAIR :
a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran
e. Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
4.PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Umumnya terdiri dari 4 kata perbaris
7. Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
5.KARMINA
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
CIRI - CIRI KARMINA :
1. Terdiri dari 2 baris 1 bait
2. Bersajak a - a
3. Baris 1 sampiran, baris 2 isi
4. Umumnya berisi sindiran
Contoh:
*)Sudah gaharu cendana pula (a)
Sudah tahu bertanya pula (a)
**) Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
GURINDAM DUA BELAS
karya: Raja Ali Haji
Satu
Ini Gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.
Dua
Ini Gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
Tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
Seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
Tidaklah mendapat dua termasa.
Barang siapa meninggalkan zakat,
Tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
Tiadalah ia menyempurnakan janji.
Tiga
Ini Gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
Sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
Khabar yang jahat tiadaiah damping.
Apabila terpelihara lidah,
Niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
Daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
Keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
Di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
Daripada berjaian yang membawa rugi.
Empat
Ini Gurindam pasal yang keempat:
Hati itu kerajaan di daiam tubuh,
Jikalau zalim segala anggotapun rubuh.
Apabila dengki sudah bertanah,
Datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
Di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
Nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikitpun berbuat bohong,
Boleh diumpamakan mulutnya itu pekung.
Tanda orang yang amat celaka,
Aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
Itulah perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
Janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
Mulutnya itu umpama ketor.
Di mana tahu salah diri,
Jika tidak orang lain yang berperi.
Lima
Ini Gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenai orang berbangsa,
Lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
Sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
Lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
Bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
Di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
Lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Enam
Ini Gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
Yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
Yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
Yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
Pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan ‘abdi,
Yang ada baik sedikit budi,
Tujuh
Ini Gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
Itulah landa hampirkan duka.
Apabila kita kurang siasat,
Itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
Itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
Sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
Menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
Membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
Lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
Lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
Tidak boleh orang berbuat honar.
Delapan
Ini Gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
Apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
Orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
Daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
Biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
Setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
Kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
Keaiban diri hendaklah sangka.
Sembilan
Ini Gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan,
Bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
Itulah iblis punya penggawa.
Kepada segaia hamba-hamba raja,
Di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
Di situlah syaitan tempat bergoda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
Di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
Syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
Dengan syaitan jadi berseteru.
Sepuluh
Ini Gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
Supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
Supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
Supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan kawan hendaklah adil,
Supaya tangannya jadi kapil.
Sebelas
Ini Gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
Kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
Buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
Buanglah khianat.
Hendak marah,
Dahulukan hujjah.
Hendak dimalui,
Jangan memalui.
Hendak ramai,
Murahkan perangai.
Duabelas
Ini Gurindam pasal yang kedua belas:
Raja mufakat dengan menteri,
Seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
Tanda jadi sebarang kerja.
Hukum ‘adil atas rakyat,
Tanda raja beroleh ‘inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
Tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
Tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
Itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
Kepada hati yang tidak buta.
Tamatlah Gurindam yang duabelas pasal yaitu karangan kita Raja Ali Haji pada tahun Hijrah Nabi kita seribu dua ratus enam puluh tiga likur hari bulan Rajab Selasa jam pukul lima, Negeri Riau, Pulau Penyengat.