oleh : Agus Warsono
TEMA OBROLAN KITA ADALAH PEREMPUAN, MEMENTUM HARLAH KARTINI:
Ada satu kerendahan Kartini yakni ia menolak Beasiswa Belajar di Negeri Belanda.Ia merasa ada sesuatu ketidakmampuan dirinya. Beasiswa itu ia berikan pada seorang pemuda bernama Agus Salim. Namun Agus Salim (populair H. Agus Salim Menlu Pertama RI) menolak pemberian itu, keduanya sama-sama idealis, yang pada ukuran sekarang sulit dicari orang menolak pemberian itu.Kartini barangkali memiliki idealis itu yang sulit ditemukan perempuan Indonesia sekarang
Ketika Kartini berkunjung Ke DPRD/DPR ada kesepakatan perempuan antara 30-40 % pada komposisi keanggotaan. Begitu pula pada rekutmen PNS ada digunakan komposisi demikian. Ini berarti Kartini merasa lega, namun begitu melihat proses pencapaian dan rekrutmen itu sungguh Kartini mengharap tidak asal melengkapi genap saja
Kemajuan emansipasi disisi lain (misal kesandung perkara korupsi) perempuan tak kalah dengan pria. “Kartini -Karini” baru muncul sebut saja seperti Miranda Gultom, Melenda Dee, Engelina Sondak,adalah contoh emansipasi itu. Meki hukum tak mampu menunjukan kebenarannya, tetapi populairitas mereka sungguh membuat Kartini berdecak kagum
Satu yang membuat Kartini tak mengerti, Kenapa Ibu Ani Yudoyono sebagai Ibu Nagara demikian adanya. Bukankah ia milik Indonesia, milik rakyat semua, ibunda rakyat Indonesia. dan tentu bukan hanya milik warga Demokrat saja
Barangkali Kartini tersenyum sekarang, emansipasi mungkin terlaksana. Begitu banyak perempuan pemimpin eksekutif dan begitu banyak dari kalangan perempuan menjadi legeslatif. Namun Kartini merasa ragu karena tangga yang digunakan menuju puncak itu begitu sangat keroposnya.Tangga Ilmu Pengetahuan dan pendidikan begitu diabaikan. ( “habis terang terus gelap”) begitu katanya dalam surat-surat kartini
TEMA OBROLAN KITA ADALAH PEREMPUAN, MEMENTUM HARLAH KARTINI:
Ada satu kerendahan Kartini yakni ia menolak Beasiswa Belajar di Negeri Belanda.Ia merasa ada sesuatu ketidakmampuan dirinya. Beasiswa itu ia berikan pada seorang pemuda bernama Agus Salim. Namun Agus Salim (populair H. Agus Salim Menlu Pertama RI) menolak pemberian itu, keduanya sama-sama idealis, yang pada ukuran sekarang sulit dicari orang menolak pemberian itu.Kartini barangkali memiliki idealis itu yang sulit ditemukan perempuan Indonesia sekarang
Ketika Kartini berkunjung Ke DPRD/DPR ada kesepakatan perempuan antara 30-40 % pada komposisi keanggotaan. Begitu pula pada rekutmen PNS ada digunakan komposisi demikian. Ini berarti Kartini merasa lega, namun begitu melihat proses pencapaian dan rekrutmen itu sungguh Kartini mengharap tidak asal melengkapi genap saja
Kemajuan emansipasi disisi lain (misal kesandung perkara korupsi) perempuan tak kalah dengan pria. “Kartini -Karini” baru muncul sebut saja seperti Miranda Gultom, Melenda Dee, Engelina Sondak,adalah contoh emansipasi itu. Meki hukum tak mampu menunjukan kebenarannya, tetapi populairitas mereka sungguh membuat Kartini berdecak kagum
Satu yang membuat Kartini tak mengerti, Kenapa Ibu Ani Yudoyono sebagai Ibu Nagara demikian adanya. Bukankah ia milik Indonesia, milik rakyat semua, ibunda rakyat Indonesia. dan tentu bukan hanya milik warga Demokrat saja
Barangkali Kartini tersenyum sekarang, emansipasi mungkin terlaksana. Begitu banyak perempuan pemimpin eksekutif dan begitu banyak dari kalangan perempuan menjadi legeslatif. Namun Kartini merasa ragu karena tangga yang digunakan menuju puncak itu begitu sangat keroposnya.Tangga Ilmu Pengetahuan dan pendidikan begitu diabaikan. ( “habis terang terus gelap”) begitu katanya dalam surat-surat kartini