Hanya
Merdeka 20 Persen Saja
Marlin
Dinamikanto
Saatnya
kita bergerak menguliti malam dengan beringas. Saat kedaulatan yang kita gagas
ternyata hilang dirampas kawanan begal di tikungan sejarah yang kelam. Kita
kasih gunung emas ke Freeport, kita kasih ladang-ladang minyak hitam ke Kaltex.
Sudah itu mereka rampas hati dan pikiran kita, bertekuk lutut kepada ribuan
tuan Kumpeni di seberang lautan sana.
Benar.
Peradaban jalannya memang berkelok, menapak gunung dan ilalang. Kadang menanjak
seketika menurun curam. Selalu ada bandit di sana. Membegal di setiap
persimpangan sejarah. Acap kali pula diwarnai pertarungan berdarah-darah.
Sesama kita bertikai karena hasutan para begal yang tahu kita punya penyakit
gampang memuja kesadaran palsu yang dibela dengan sepenuh jiwa
Sebab
selalu saja ada mata-mata bandit Kumpeni dalam rombongan yang katanya akan
membawa kita ke sebuah kota yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Merekalah yang membegal jalan kita. Di tikungan sejarah kelam yang memori
komputer pun enggan mengenang. Bahkan kosa kata itu kita biarkan mengelupas
dari ingatan.
Tapi
tentu saja, kawan. Kita tak bisa lagi menggunakan peta jalan yang lama.
Terlebih ideologi kacamata kuda yang berjalan lempang. Determinan. Pasti akan
menabrak dinding-dinding peradaban yang suka atau tidak suka dijaga oleh ribuan bandit
Kumpeni yang menjaga habis-habisan kepentingannya. Tol laut tidak akan mudah
membinasakan Singapura dan menggantikannya dengan Batam.
Kita
memang negara Merdeka. Tapi tidak Merdeka 100 persen seperti kata Tan Malaka.
Sebab era sesrawungan global sangat tidak memungkinkan siapapun negara
berdaulat utuh tanpa keteguhan sikap dan jiwa. Negeri Paman Sam pun tidak
merdeka 100 persen. Sebab kita hidup di lingkungan bangsa-bangsa manusia yang
saling membutuhkan.
Tapi
setidaknya Amerika Serikat dan banyak lagi negara merdeka di atas 70 persen.
Tidak seperti kita. Hanya Merdeka 20 persen saja. Tidak percaya? Ayo hitung
siapa penguasa tambang, mineral, perkebunan, keuangan, pabrik-pabrik dan
lainnya. Mereka adalah ribuan kumpeni yang enggan tunduk kepada negara yang
membatasi keserakahannya.
Kawan,
saatnya kita bergerak menguliti malam dengan beringas. Tapi yang kita lawan
bukan negara ini negara itu. Bukan bangsa ini bangsa itu yang acap mengecoh
kita terbuai kesadaran palsu. Melainkan keserakahan ribuan Kumpeni yang
menggurita, bahkan mungkin mereka sembunyi di balik kekuatan yang mengangkangi
ratusan negara.
Soldaritas
kita, sesama anak manusia yang tertindas di bumi yang sama. Satukan tekad : Ayo
bergerak menguliti malam dengan sangat beringas. Rawe-rawe rantas,
malang-malang putung, kita berantas keserakahan ribuan Kumpeni yang sudah
membelatung.
Martupat,
20 Agustus 2017